INDRAMAYU – Di sebuah gang kecil di Desa Pabean Udik, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, deretan kandang ayam berdiri bersisian dengan rumah milik seorang pria berusia 33 tahun. Namanya Kasadi. Dari tempat inilah, setiap hari ratusan ayam kampung dipotong, dibersihkan, hingga diproses menjadi ayam ungkep siap goreng; sebelum kemudian dikirim ke pelanggan, bahkan hingga ke luar kota di Jawa Barat.
Padahal, tujuh tahun lalu, usaha ini tidak pernah ada dalam bayangannya. “Awalnya usaha ternak ayam kampung ini bukan tujuan utama,” kenang Kasadi, ketika ditemui di kediamannya.
Pada 2015, ia memulai usaha ternak lele. Ide sederhananya: menggunakan kotoran ayam untuk pakan ikan. Maka, ia mencoba memelihara ayam hanya sebagai penunjang usaha lele. Tetapi realitas berkata lain. Lelenya tidak berkembang, biaya pakannya tinggi, sedangkan ayam-ayam kecil itu justru tumbuh subur. Dari modal awal 25 ekor ayam seharga Rp25.000, Kasadi mulai menghitung prospeknya.
Baca Juga:Sekda Kuningan Dorong Sinergi OPD untuk Wujudkan Kuningan MelesatAnak-anak di Indramayu Diajari Budaya Taat Lalu Lintas Sejak Dini
Setelah masa pemeliharaan, ayam tersebut bisa dijual Rp47.000 per ekor, menyisakan laba sekitar Rp10.000. “Dari situ saya mulai melihat ada peluang,” katanya.
Ia menambah jumlah menjadi 100 ekor. Semua dikerjakan sendiri: memberi makan, membersihkan kandang, memanen, hingga menjual langsung ke rumah makan dan ibu-ibu sekitar. Setiap pesanan ia antar sendiri. Tidak ada ayam yang tersisa, semuanya selalu habis. Dalam waktu singkat, jumlah ternak mengalami peningkatan menjadi 200, lalu 600 ekor.
Pada masa itu, Kasadi masih bekerja sebagai honorer di sebuah dinas pemerintah. Namun ketika jumlah ayam mencapai 600 ekor, pekerjaannya mulai kewalahan. Tahun 2021, ia mengambil keputusan besar: resign dan fokus penuh pada usaha ayam kampung.
Keputusan itu terbukti tepat. Dua tahun kemudian, populasi ayamnya melonjak drastis menjadi sekitar 7.000 ekor, berkat sistem kemitraan dengan warga di berbagai wilayah di Kabupaten Indramayu.
Di kandang utama miliknya hanya ada sekitar 600 ekor; sebagai shelter dan stok pemotongan. Sisanya berada di kandang-kandang mitra. Setiap hari, Kasadi memotong 100–150 ekor ayam.
Usaha Kasadi tidak berhenti pada ayam hidup atau ayam potong. Ia mulai membaca pasar. Terutama kebutuhan ibu rumah tangga yang ingin proses memasak lebih praktis. Dari situlah produk ayam ungkep atau ayam bumbu kuning lahir.
