RADARCIREBON.ID – Ribuan warga memadati jalur pantura Kecamatan Weru hingga Tengahtani, Kabupaten Cirebon, Minggu (23/11/2025). Satu dari dua jalur nasional pun sempat ditutup. Antusias masyarakat menyaksikan tradisi tahunan Memayu Buyut Trusmi itu terlihat sejak pukul 05.00.
Bagi warga, arak-arakan memayu atau ider-ideran Buyut Trusmi bukan sekadar tontonan, melainkan bagian dari hidup dan identitas budaya. Bahkan, sehari sebelumnya, suasana Trusmi sudah berubah. Warga hilir mudik menyiapkan segala kebutuhan ritual. Para perajin batik, pemuda kampung, hingga sesepuh adat sibuk di sudut-sudut kampung.
“Kalau Memayu sudah dekat, suasana Trusmi pasti beda. Seperti ada energi yang ngumpul,” ungkap Harjo (60), seorang pedagang batik yang setiap tahun tak pernah absen menyambut tradisi ini.
Baca Juga:Wabup Cirebon Tinjau Lokasi dan Warga Terdampak Banjir, Ada Dua Solusi Utama; Titik Pintu Air dan Sodetan Kejadian di Krangkeng Indramayu, Diduga Dipicu Perselisihan Antar Tetangga
Menjelang pukul 04.00 pagi, peserta Memayu mulai berkumpul. Langit yang masih gelap tak mengurangi semangat para penunggang kuda yang bersiap menjalani tradisi paling dinanti masyarakat: pacuan kuda.
Dengan rute dari kawasan Batik Trusmi menuju lampu merah Plered lalu melaju ke arah Jawa Tengah, aksi para joki tradisional tersebut selalu menjadi magnet utama.
“Pacuan kuda itu yang paling seru. Setiap tahun saya pasti datang,” kata Anto, warga Kecamatan Sumber, yang rela berangkat sejak subuh demi mendapatkan posisi terbaik untuk menonton.
Hingga pukul 07.00 pagi, derap langkah kuda masih terdengar bersahut-sahutan, sementara ribuan penonton terus berdatangan. Anak-anak duduk di bahu orang tuanya, para remaja mengabadikan momen dengan ponsel, dan lansia menatap penuh nostalgia, seolah mengulang kenangan masa kecil mereka.
Usai pacuan kuda, barisan abdi dalem Buyut Trusmi mulai melangkah. Puluhan lelaki paruh baya berkostum adat mengarak ikatan welit: anyaman alang-alang yang akan digunakan untuk mengganti atap makam Buyut Trusmi. Arak-arakan ini berjalan pelan dari kompleks makam, menyusuri jalur pantura, lalu kembali ke kawasan Trusmi.
Bagi masyarakat Trusmi, Memayu bukan sekadar ritual mengganti atap makam Ki Buyut Trusmi. Tradisi yang dilaksanakan setiap menjelang musim hujan ini dipercaya sebagai bentuk penghormatan kepada Buyut Trusmi sekaligus simbol memohon keselamatan dan keberkahan bagi warga.
