Di Tengah Polemik Candi Bentar KDM, Ternyata 6 Butir Sate di Gedung Sate Itu Terkait Biaya Pembangunan 

candi bentar gedung sate
Banyak kritikan dalam pembangunan gerbang masuk Candi Bentar di Gedung Sate, Kota Bandung yang dibangun Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM). Foto via JE - radarcirebon.id
0 Komentar

Biaya yang dibutuhkan dalam pembangunan tahap pertama gedung tersebut adalah sebesar 6 juta gulden. Nah, angka 6 dari biaya yang dikeluarkan itulah yang dijadikan elemen tusuk sate. Dengan 6 butir sate di ujung atau puncak bangunan.

Dari simbol enam butir sate tersebut lahirlah nama Gerung Sate. Gedung ini kini menjadi pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat.

Sementara soal gerbang baru Gedung Sate yang menghadirkan elemen arsitektur Candi Bentar, sekarang ini banyak yang menilai bisa memperkaya identitas visual kawasan pusat pemerintahan Jawa Barat.

Baca Juga:Identitas Warga yang Tewas Tertemper Kereta Api Harina di Kanci Kulon CirebonKonflik Keraton Solo, Ada 16 Paugeran untuk Duduki Tahta Raja Kasunanan, Jadi Ganjalan Purbaya

Revitalisasi ini bukan hanya proyek estetika. Tetapi juga pengingat bahwa arsitektur tradisional masih memiliki tempat penting dalam ruang publik modern.

Pengunjung tidak hanya melihat sebuah gerbang baru, juga diajak mengenal kembali salah satu unsur paling khas dalam sejarah arsitektur Nusantara, yakni Candi Bentar.

Seperti diketahui, Candi Bentar dikenal sebagai gerbang berciri khas terbelah dua dan tanpa penghubung. Hal ini menandai batas antara ruang luar dan area yang lebih sakral.

Dalam tradisi arsitektur Jawa, melewati gerbang ini dipahami sebagai transisi simbolis dari dunia profan menuju ruang yang lebih murni.

Bentuknya yang kuat dan simetris menjadi ciri utama arsitektur masa Majapahit. Hal ini seperti terlihat pada Wringin Lawang di Trowulan. Juga beberapa pintu gerbang keraton-keraton di Cirebon.

Yang menarik, bentuk Candi Bentar tetap bertahan meski era Majapahit berakhir. Pada masa Islam, bentuk ini tidak dihapus tetapi disesuaikan, terutama pada area makam seperti Sunan Giri dan Sendang Duwur. Juga Sunan Gunung Jati di Cirebon.

Proses ini memperlihatkan bahwa kebudayaan Jawa tidak pernah memutus tradisi, melainkan merawatnya melalui adaptasi. Filosofi dualitas, penyucian diri, dan perjalanan spiritual tetap dipertahankan. Walaupun beberapa ragam hias mengalami perubahan sesuai nilai-nilai baru.

Baca Juga:Konflik Keraton Solo, Ada 16 Paugeran untuk Duduki Tahta Raja Kasunanan, Jadi Ganjalan PurbayaDitunjuk Dedi Mulyadi, Helmy Yahya Batal Jadi Komisaris Bank BJB karena Ada Novum di OJK

Penerapan Candi Bentar pada gerbang Gedung Sate menunjukkan bahwa warisan arsitektur kuno masih bisa hidup dalam lanskap kota modern. Ragam hias flora dan geometris, dianggap sebagai simbol kesuburan dan keteraturan kosmos. Simbol itu kini hadir kembali dalam bentuk lebih sederhana namun tetap bermakna.

0 Komentar