RADARCIREBON.ID- Kerusakan hutan di Jawa Barat kian mengkhawatirkan. Gubernur Dedi Mulyadi mengatakan hanya sekitar 20 persen kawasan hutan di provinsi ini yang masih benar-benar utuh. Sisanya, hampir 80 persen, mengalami degradasi akibat aktivitas manusia dan alih fungsi lahan yang tak terkendali. Kondisi ini membuat Jawa Barat berada dalam situasi kritis yang menuntut langkah pemulihan segera dan melibatkan masyarakat secara langsung.
Ya, gubernur yang akrab disapa KDM itu mengatakan hutan di Jawa Barat mayoritas rusak. “Kisarannya, hutan yang betul-betul masih hutan kan 20 persen lagi. 80 persen dalam keadaan rusak,” kata Gubernur KDM kepada Jabar Ekspres (Radar Cirebon Group), baru-baru ini.
Karena itu, kata KDM, pemprov bakal bergerak untuk memperbaiki hutan-hutan itu. Penanganan pun akan dilakukan bertahap dengan cara menanam pohon dan merawatnya secara optimal.
Baca Juga:Sinergi Tingkatkan Pengelolaan Sarpras OlahragaFormasi 2026 Terbatas, Puluhan Orang Berebut Tiket Petugas Haji
KDM mengatakan pemprov tidak sendiri. Tapi akan melibatkan masyarakat. Nantinya, setiap hektare hutan akan dikelola oleh dua warga yang bertugas menanam kemudian merawat pohon hingga kokoh dan kuat. Mereka juga tidak kerja sosial. Artinya, Pemprov Jabar juga bakal menyiapkan upah. “Rencananya setiap hari distandarkan oleh saya, Rp50 ribu. Itu lebih mahal dibanding upah nyangkul di daerah tertentu yang hanya Rp30 ribu, ” jelasnya.
Dirinya beralasan bahwa upah yang tidak sedikit itu juga untuk menarik masyarakat. Sehingga banyak masyarakat yang mau untuk merawat hutan. “Agar banyak masyarakat yang mau terlibat dalam merawat hutan,” katanya.
Ia mengatakan pohon yang akan ditanam juga tidak sembarangan. Pemprov Jabar akan menentukan. Yakni perpaduan pohon hutan tapi juga produktif. Misalnya nangka pete atau jengkol. Langkah itu diharapkan bisa menghijaukan kembali hutan-hutan di Jabar. Di sisi lain juga produktif saat berbuah.
SOROTAN DARI WALHI
Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat memperingatkan kian kritisnya kondisi ekologis di provinsi tersebut. Dua tahun terakhir, luas tutupan hutan menyusut hingga sekitar 43 persen dari total kawasan hutan seluas 792.616 hektare. Penurunan itu dinilai memperbesar potensi bencana, mulai dari banjir bandang, longsor, hingga tanah amblas.
