RADARCIREBON.ID–Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia (Mendikdasmen) Prof Dr Abdul Mu’ti MEd berkunjung SLBN Taruna Mandiri, Desa Sampora, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Sabtu (20/12).
Di sekolah itu, Prof Mu’ti tidak sekadar melihat ruang kelas. Ia berbicara tentang angka, kebijakan, dan realitas sosial. SLBN Taruna Mandiri tercatat sebagai satu dari 382 SLB penerima bantuan revitalisasi tahun anggaran 2025, bagian dari upaya pemerintah menata layanan pendidikan khusus, di tengah keterbatasan anggaran dan ketersediaan tenaga pendidik.
“Jumlah anak berkebutuhan khusus terus meningkat, sedangkan layanan kita masih terbatas. Untuk itu secara nasional kita ada 3 hal yang sekarang sedang kami lakukan,” ujar Mendikdasmen di hadapan guru.
Baca Juga:Gedung Eks RS Citra Ibu Disewa Yayasan Wadia Insan MandiriPemkab Kuningan Dorong UMKM Naik Kelas Lewat Program Level Up Bareng Prasetiya Mulya
Pemerintah, kata dia, menempuh tiga jalur sekaligus, yaitu pendidikan inklusi di sekolah formal, penguatan sekolah luar biasa, serta layanan berbasis masyarakat agar pendidikan inklusif tidak berhenti di ruang kelas.
Pernyataan itu menjadi pengakuan jujur atas masalah mendasar. Data nasional menunjukkan ribuan sekolah reguler sudah menerima siswa berkebutuhan khusus, namun sebagian besar belum memiliki guru pendamping yang memadai. Kekurangan tenaga pendamping bukan semata soal rekrutmen, melainkan soal kebijakan dan kesiapan sistem pendidikan.
Abdul Mu’ti menyinggung hambatan lain yang lebih sensitif, yaitu stigma sosial kepada anak berkebutuhan khusus. Pihaknya menyayangkan, masih ada pandangan di masyarakat yang beranggapan anak berkebutuhan khusus sebagai beban. Bahkan dikaitkan dengan hal di luar nalar, mistis. Pihaknya dengan tegas akan meluruskan stigma ini.
“Ini persoalan teologis dan sosial yang harus diluruskan. Semua anak lahir sempurna dengan kelebihan masing-masing,” tegasnya.
Sebagai jalan keluar jangka menengah, pihaknya menyiapkan pelatihan guru pendamping bagi anak berkebutuhan khusus, meningkatkan SDM guru yang sudah ada. Pendampingan dihitung sebagai bagian dari jam mengajar, bukan beban tambahan.
Skema ini diharapkan menutup kekurangan tenaga tanpa menunggu rekrutmen baru, meski tantangan efisiensi anggaran masih membayangi hingga 2026.
Di tengah kebijakan nasional itu, SLBN Taruna Mandiri menjadi contoh inspirasi di daerah. Kepala sekolahnya, Kokoy Kurnaeti SPd MPd menyambut kunjungan menteri dengan catatan panjang. Sekolah ini berdiri sejak 2008. Hampir 18 tahun, fasilitas berjalan apa adanya.
