RADARCIREBON.ID- Seorang pemuda asal Kota Cirebon harus bertahan melawan tumor otak yang dideritanya sejak akhir 2023, setelah menjalani tiga kali operasi di tengah keterbatasan ekonomi keluarga.
Pemuda itu adalah RA, warga Kampung Kegiren RT/RW 5/1, Kelurahan/Kecamatan Kejaksan. Lelaki 21 tahun itu telah menjalani tiga kali operasi dan puluhan kali pengobatan, di tengah kondisi ekonomi keluarga yang serba terbatas dan hanya mengandalkan hasil penjualan seni pigura untuk bertahan hidup.
Penyakit yang diderita RA bermula dari keluhan sederhana. Pada awalnya, pemuda tersebut sering mengeluhkan pusing, mual, serta gangguan penglihatan yang muncul tiba-tiba setelah bangun tidur.
Baca Juga:Pelimpahan Kasus Gedung Setda ke Pengadilan Tipikor Kemungkinan Februari 2026Biaya Mahal Jadi Alasan, Partai Besar Dorong Pilkada Dikembalikan ke DPRD
Penglihatan yang semula normal perlahan menjadi buram. Kondisi itu sempat dianggap ringan dan dikira hanya kelilipan atau kelelahan biasa. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan ke dokter mata, tidak ditemukan gangguan pada organ penglihatannya. Atas saran tenaga medis, RA kemudian dirujuk ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan lanjutan oleh dokter spesialis bedah saraf.
Dari hasil pemeriksaan tersebut, RA dinyatakan mengidap tumor otak dan harus segera menjalani tindakan operasi. Operasi pertama dilakukan pada Februari 2024. Seiring perkembangan kondisi medisnya, RA harus kembali menjalani operasi lanjutan hingga total tiga kali tindakan bedah.
Meski operasi berhasil dilakukan, kondisi RA belum sepenuhnya pulih. Saat ini, ia mengalami kebutaan dan masih harus menjalani kontrol serta pengobatan rutin setiap bulan. Pasca operasi, pihak medis sempat menyarankan agar RA menjalani terapi radiasi di rumah sakit dengan fasilitas yang lebih lengkap di wilayah Bandung. Namun, rencana tersebut belum dapat direalisasikan lantaran keterbatasan biaya yang dimiliki keluarga.
Selama hampir dua tahun mendampingi proses pengobatan RA, keluarga harus berjuang keras memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sekaligus biaya pengobatan. Sang ayah mengandalkan penghasilan dari berjualan seni pigura, sementara sang ibu berstatus sebagai ibu rumah tangga tanpa penghasilan tetap.
Kondisi ekonomi keluarga semakin berat karena hingga kini mereka mengaku belum pernah menerima bantuan sosial dari pemerintah, baik dalam bentuk bantuan tunai maupun bantuan kesehatan khusus untuk pengobatan RA. Padahal, kebutuhan biaya pengobatan dan perawatan pasca operasi tidak sedikit.
