Bansos untuk Kompensasi Penataan Panjunan Juga Rumit

warga-tidak-punya-rumah
Permukiman warga di Kelurahan Panjunan yang didirikan di bantaran sungai. Foto: Okri Riyana/Radar Cirebon
0 Komentar

CIREBON – Penggunaan skema bantuan sosial (bansos) sebagai pengganti dana kerohiman untuk warga terdampak penataan kawasan kumuh rupanya tidak mudah. Perlu celah regulasi, juga pemenuhan syarat-syarat agar dapat digelontorkan.
Kondisi demikian, membuat Program Kota tanpa Kumuh (Kotaku) di RW 01 dan 10 Kelurahan Panjunan, diprediksi bakal molor karena belum dibayarkannya kompensasi kepada warga.
Seperti diketahui, program dari Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (Kemen-PUPR) akan berjalan setelah urusan dengan warga terdampak selesai. Adapun dana kompensasi menjadi kewenangan dari pemerintah daerah.
Hingga kemarin, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kota Cirebon masih mempelajari mekanisme pengalihan mata anggaran. Yang semula dana kerohiman menjadi bantuan sosial.
Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD), M Arif Kurniawan ST menjelaskan, TAPD masih mencari celah regulasi yang memungkinkan penyaluran dalam bentuk bansos. Sebab, untuk memplot anggaran dalam bentuk ini, juga perlu persyaratan yang tidak sederhana. “Ada syarat administrasi, sasaran, calon penerima, semua harus jelas,” kata Arif, kepada Radar Cirebon, Rabu (2/9).
Panganggaran untuk pos bansos memang tidak sederhana. Dari sisi administrasi mesti memenuhi persyaratan dan tercantum di KUA-PPAS. Kemudian beri lampiran sasaran calon penerima dan calon lokasi (CPCL). Dilanjutkan dengan pembuatan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD), dan lain sebagainya.
Di sisi lain, mata anggaran yang di-plot di APBD 2020 terlanjur menggunakan nomenklatur dana kompensasi. Sehingga untuk pengalihan menjadi mata anggaran bansos, perlu dilakukan perubahan APBD yang diawali dengan kebijakan umum perubahan anggaran dan Plafon prioritas anggaran selentara, sebagai dasar penyusunan APBD-P 2020.
“Nanti kita coba lihat di PP-nya (Peraturan Pemerintah/PP11/2019) syarat-syarat bansos seperti apa. Ini memenuhi syarat tidak. Kita pelajari dulu, mudah-mudahan bisa,” kata Arif.
Pemkot tentunya tidak menginginkan ketika anggaran sebesar Rp1,4 miliar tersebut tidak bisa diserap. Mengingat dana kompensasi kepada warga terdampak adalah entry point menuju pelaksanaan lelang proyek penataan tersebut.  “Jangan sampai ke sana, kesini. Sayang-sayang sudah memploting anggaran sebesar itu tapi tidak bisa terserap,” singgung Arif.
Melihat kasus di Kelurahan Panjunan, warga sebenarnya menggunakan tanah negara di bantaran sungai. Arif menyebutkan, bila pemerintah melakukan penertiban, hakikatnya tidak ada kompensasi. Hal itu menjadi risiko warga yang menempati lahan bukan miliknya.

0 Komentar