Gara-gara Rob dan Hujan, Produksi Garam Turun

bangun-sentra-garam
Kabupaten Cirebon punya cita-cita  jadi daerah sentra garam terbesar di Indonesia. foto: dok/radarcirebon.id
0 Komentar

CIREBON – Masih turunnya hujan dan terjadinya rob, membuat lahan garam selalu lembab dan terendam air. Hal itu memengaruhi produksi garam. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun ini menurun.
Petani garam asal Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Ismail Marzuki mengatakan, produksi garam di tahun 2020 menysut tajam jika dibandingkan tahun sebelumnya. “Sampai sekarang saja, saya belum panen. Padahal, pada bulan Mei tahun 2019, sudah panen,” ujarnya, kemarin.
Ismail mengungkapkan, penyusutan tajam produksi garam terjadi karena faktor cuaca. “Pertama, air laut masih sering rob, dan yang kedua masih terjadi hujan. Sehingga, situasinya bisa disebut kemarau basah,” tuturnya.
Rob dan hujan jadi kendala hebat bagi para petani untuk memproduksi garam. Karena, lahan garam menjadi lembab dan masih banyak genangan air. “Produksi garam sangat sulit, ditambah panas matahari yang masih kurang maksimal,” ungkapnya.
Ismail membandingkan hasil produksi tahun lalu dengan sekarang. Tahun lalu, hasil panen mencapai 50 ton garam. Namun untuk tahun 2020, dirinya belum panen sama sekali. “Saya punya lahan seperempat hektar. September tahun 2019 saya sudah dapat 50 ton garam. Tapi tahun 2020, sama sekali belum ada yang panen,” tuturnya.
Terpisah, salah seorang petani garam Blok Kandawaru, Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu, Dulhadi, mengatakan, produksi garam di tahun 2020 sangat anjlok. “Jauh sekali kalau dibandingkan tahun lalu,” ujarnya.
Dulhadi mengungkapkan, di Blok Kandawaru, lahan garam seluas 900 hektar, hanya panen 40 ton setiap harinya. “Setiap hari, untuk seluruh lahan yang ada, itu cuma 40 ton. Biasanya tahun kemarin sehari bisa mencapai 300 ton garam,” tuturnya. (den) 

0 Komentar