Melihat Sejarah dari Guratan Karya Pewaris Batik Peranakan

batik-peranakan-cirebon
Gouw Yang Giok (kri) memperlihatkan hasil karyanya berupa batik peranakan. Foto: Ade Gustiana/Radar Cirebon.
0 Komentar

Selain Giok, pewaris keempat batik peranakan yaitu Gouw Yenny. Adik perempuan Giok berusia 74 tahun. Mereka adalah putri keturunan Tionghoa dan Keraton Kanoman Cirebon.

Giok bercerita, kisah batik peranakan dimulai dari Trusmi. Sebuah daerah di Kabupaten Cirebon yang hingga saat ini masih terkenal sebagai sentra produksi batik. Di Trusmi, buyut laki-laki Giok datang dari Tiongkok. Kemudian bertemu dan menikahi seorang perempuan, yang merupakan selir dari Keraton Kanoman.

“Selirnya (Keraton Kanoman, red) banyak. Jadi kalau ada satu yang lari juga nggak ketahuan,” ungkap Giok yang menekuni batik sejak usia 25 tahun itu.

Baca Juga:Banyak Juga Ya, Ini Dana yang Disiapkan Pemkab Cirebon untuk Pilwu di 100 Desa Tahun IniHarga BBM Hari Ini, Cek Daftarnya

Mereka berdua akhirnya menikah dan memilih tinggal di Trusmi. Sampai akhirnya buyut perempuan Giok, mengembangkan dan memproduksi batik.

Singkat cerita, batik kemudian diturunkan ke anaknya atau kakek dari Giok dan Yenny. Selama bertahun-tahun, batik tulis menjadi keseharian yang tidak terlepas dari kehidupan keluarga mereka.

Batik ini diajarkan kepada anak dan cucu secara turun temurun. Seolah tak ingin seni dan kerajinan membatik punah begitu saja. Dari sang kakek diteruskan oleh orang tua Giok. Mereka adalah Gouw Tjin Lian dan Thio Lien Nio.

Hingga generasi ke-3 atau ayah mereka, batik masih digeluti di Trusmi. Wilayah di Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, itu menjadi lokasi sejarah yang tidak terpisahkan. (*/bersambung)

0 Komentar