Oleh: Dahlan Iskan
INILAH salah satu contoh penerapan prinisip ”jangan besar dari jabatan, besarkanlah jabatan”. Contohnya sangat sederhana. Tapi langsung menusuk ke sanubari saya.
Pagi itu saya kumpul wartawan: ramai-ramai diberi kesempatan merasakan menembak dengan senapan laras panjang: SS1-V4. Lokasi: di lapangan tembak Batalyon Infanteri 500 Raiders/Sikatan, Surabaya. Dekat Markas Kodam V/Brawijaya.
Posisi menembaknya sambil tiarap di lantai lapangan. Di atas rumput yang dilapisi matras. Seperti militer yang lagi merayap sambil menembak. Tiap kloter berjajar 10 wartawan. Sambil tiarap diajari cara menembak: 10 wartawan 10 pelatih.
Baca Juga:Jangan asal Klik Link yang Masuk WA, Korbannya Sudah Banyak dengan Kerugian Rp12 MiliarHilangnya Identitas Pecinan dan Konflik Cirebon-Tionghoa
Sasaran tembaknya di depan sana: 75 meter. Ada titik hitam di tengah lingkaran besar. Kami harus membidik titik hitam itu. Dari lubang intai di senjata itu bisa dilihat si titik hitam. Posisi titik harus di ujung gambar tiang tengah dari tiga tiang yang terlihat di ujung senapan.
Setelah titik hitam berada di posisi tembak, barulah pelatuk ditarik. Harus dengan sangat pelan. Kalau ditarik cepat bisa mengubah posisi titik tembak.
Dor!
Meleset.
Jangankan titik hitam, mengenai lingkaran besar pun tidak.
Menurut evaluasi pelatih, saya masih terlalu cepat menarik pelatuk. Kesusu. Itu menandakan emosi saya belum tenang. Maka diulangi lagi: dor!
Meleset lagi.
Tiga kali tembakan pertama meleset semua.
Masih ada tujuh peluru lagi. Kali ini harus ada yang kena. Dor! Dor! Dor! Dor! Dor! Dor! Dor!
Hasilnya sama: meleset semua. Menulis cerita ternyata lebih mudah daripada menembak. Menemukan lead yang baik lebih cepat dari menemukan sasaran titik hitam.
Betul. Menembak beneran tidak seperti dalam adegan film. Yang sambil meloncat pun bisa kena sasaran. Bahkan sambil salto. Ternyata ada ajaran khusus untuk bisa menembak dengan baik. Nama ajaran itu: Nabi Tepi. Itu singkatan dari Napas, Bidik, Tekan, Picu. Napas harus tenang, bidikan harus tepat, tekanan picu harus halus.
Saya tadi bukan menekan picu, tapi menarik picu. Salah. Bukan ditarik, tapi ditekan. “Saking halusnya tekanan picu sampai seolah senjata meledak sendiri,” ujar Pangdam V/Brawijaya yang baru, Mayjen TNI Farid Makruf MA.