Rumitnya Takhta Sultan

Rumitnya Takhta Sultan
0 Komentar

Karena, sambung Abidin Aslich, ayah Rahardjo adalah warga non keraton. Sedangkan ibunya memang anak perempuan Soeltan Aloeda. “Di sini juga timbul masalah. Rahardjo dianggap oleh pihak dzuriyah bukan pihak yang punya hak mewarisi gelar sultan. Pendeknya, dianggap melanggar pakem. Sebab dalam pakem-pakem keraton Islam, yang berhak menjadi sultan adalah putra sultan atau saudara kandung sultan,” jelas Abidin.
Konflik di Keraton Kasepuhan memuncak pada Rabu (25/8). Sejumlah orang terlibat saling dorong dan lempar batu. Keributan terjadi sejak pagi. Tidak lama setelah Sultan Sepuh Aloeda II Rahadjo Djali melantik 20 perangkat Keraton Kasepuhan di Bangsal Jinem Pangrawit.
Di akhir prosesi, Direktur Badan Pengelola Keraton Kasepuhan Ratu Raja Alexandra Wuryaningrat mencoba menghentikan jalannya acara. Aksi saling dorong tak terhindarkan. “Acara apa ini bikin malu!,” tegas Alexandra, seraya dihalau ke luar Bangsal Jinem Pangrawit. Atas perkataan itu pihak Rahardjo balik menimpali. “Kamu yang bikin malu, kamu keturunan siapa,” balas dua kubu yang saling beda pendapat tersebut.
Tensi tinggi terus berlangsung. Sampai-sampai massa dari dua kubu semakin banyak beradu argumen. Suasana kian riuh. Alexandra terus ngotot ingin membubarkan acara tersebut. Sebagai badan pengelola Keraton Kasepuhan dia merasa tak mengizinkan Rahardjo untuk melakukan pelantikan. Apa yang dilakukan keluarga Rahardjo dianggap sewenang-wenang.
Dari pihak Rahardjo ada yang menuduh pihak Sultan Sepuh XV Keraton Kasepuhan PRA Luqman Zulkaedin menyewa preman. “Siapa yang menyewa preman,” jawab salah satu orang yang merasa tertuduh.
Ya kalian-kalian ini disewa (sebagai preman, red) saya tahu,” kata pihak Rahardjo lagi. “Saya itu abdi dalem,” tandas pria yang mengenakan kaos lengan pendek dan peci hitam tersebut.
Petugas keamanan datang. Melerai. Keributan itu sempat reda. Alexandra menyempatkan memberikan keterangan kepada media. Dia mengaku merasa terkejut. Karena kegiatan berlangsung tanpa izin Sultan Sepuh XV PRA Luqman Zulkaedin.
“Karena sultan di Keraton Kasepuhan itu hanya satu. Tidak ada sultan dua. Jadi semua aktivitas atau kegiatan yang ada di Keraton Kasepuhan, harus sepengetahuan Sultan Sepuh Luqman Zulkaedin. Saya di sini sebagai kepala badan pengelola Keraton Kasepuhan berhak menegur mereka karena tidak ada pemberitahuan,” papar Alexandra.

0 Komentar