JAKARTA
– Pemerintah Kota London (CLC) mencabut gelar kehormatan Aung San Suu Kyi. Hal
ini dilakukan karena perlakuan Pemerintah Myanmar terhadap masyarakat minoritas
Muslim Rohingya.
Dalam sebuah
pemungutan suara, anggota badan perwakilan terpilih yang mengelola distrik
finansial dan bersejarah Kota London memilih mencabut kehormatan yang diberikan
kepada Suu Kyi tiga tahun lalu. Anggota badan ini mencakup walikota, dewan
rakyat Court of Aldermen, Court of Common Council, dan organisasi-organisasi
nonmiliter.
“Keputusan tidak
biasa hari ini mencerminkan pengecaman CLC atas pelanggaran kemanusiaan yang
dilakukan di Myanmar,” kata Ketua Komite CLC David Wootton seperti
dilansir dari Aljazirah, Jumat (6/3).
Baca Juga:Indramayu Bebas dari Corona, Masyarakat Diminta Tidak PanikKakbah Sepi Pasca Larangan Aktivitas Umrah
Langkah Inggris
menyusul kehadiran Suu Kyi sebagai pemimpin sipil Myanmar di Mahkamah
Internasional (ICJ) di Den Haag pada Desember lalu. Di sana, Suu Kyi membela
negaranya atas tuduhan pembunuhan, pemerkosaan, dan penjarahan terhadap
masyarakat Rohingya.
“Argumen
pencabutan penghargaan telah diperkuat oleh kedekatan Aung San Suu Kyi dengan
Pemerintah Myanmar (dalam sidang) di Den Haag serta lemahnya respons (terhadap
surat komite CLC),” kata Wootton menambahkan.
Suu Kyi mendapatkan
penghargaan yang sudah diberikan pada Mei 2017. Kehormatan ini diberikan
“atas perjuangan tanpa kekerasan selama bertahun-tahun untuk demokrasi dan
dedikasinya untuk menciptakan masyarakat yang dapat hidup dengan damai, aman,
dan bebas”.
Mantan Perdana Menteri
Inggris Winston Churchill, pemimpin gerakan antiapartheid Nelson Mandela, dan fisikawan
Stephen Hawking merupakan tokoh yang mendapatkan penghargaan serupa. Aung San
Suu Kyi menghadiri sendiri upacara penyerahan kehormatan tersebut selama tur
Eropa.
Namun, saat itu ia
sudah diprotes karena perlakuan Pemerintah Myanmar terhadap warga Rohingya.
Pada bulan Desember lalu di hadapan ICJ, Suu Kyi mengatakan “operasi
pembersihan” militer Myanmar di barat Negara Bagian Rakhine terhadap
Rohingya merupakan respons atas serangan milisi di daerah itu terhadap lusinan
kantor polisi pada Agustus 2017.
“(Myanmar) aktif
menyelidiki, mengadili, dan menghukum tentara dan perwira yang melakukan
pelanggaran,” kata Suu Kyi saat itu.
Ia berpendapat,
Mahkamah Internasional tidak memiliki yurisdiksi untuk mengadili militer
Rohingya. Ia mengatakan, operasi militer itu konflik internal. Menurut dia,