tenaga kerja terampil. Itu pun untuk posisi-posisi tertentu yang tenaga kerja
di Indonesia belum dapat melakukannya. Jangka waktunya pun terbatas, misalnya
hanya 2-3 tahun.
“Karena ada kewajiban untuk
tenaga kerja asing yang terampil tersebut untuk melakukan transfer of knowledge or skills. Belum lagi terkait dengan masalah
Lingkungan Hidup, Omnibus Law ini sepertinya jauh atau tidak pro terhadap
perlindungan lingkungan hidup,” bebernya.
Jika Omnibus Law tersebut sudah
terlanjur dibuat dan diserahkan ke DPR, agar kiranya DPR betul-betul
mempelajari dan bahkan melakukan perbaikan yang mendasar. Libatkan
akedemisi-akademisi dan praktisi-praktisi hukum serta organisasi masyarakat
pemerhati hukum, serta stake holder
lainnya yang kompeten secara masksimal agar DPR dapat secara jernih, substantif
dan kualitatif dalam membahas Omnibus Law ini.
Baca Juga:Rencana Tutup Sementara Objek Wisata Religi Gunung Jati, Bupati Cirebon Temui Sultan Kasepuhan dan KanomanAntisipasi Persebaran Corona, Pemcam Pasekan Canangkan PHBS
“Meski ada cara terakhir yang
disediakan konstitusi kita, yaitu JR (Judicial Review) di Mahkamah Konstitusi,
tapi menurut saya, jangan sampai ke JR karena akan mengundang partisipasi
masyarakat secara meluas, tidak terukur bahkan tidak produktif yang ujungnya
akan dapat menyebabkan tensi politik bergejolak kembali. Lebih bijak jika DPR
membentuk Panja atau bahkan Pansus. Kalau belum diserahkan ke DPR, sebaiknya
disarankan pemerintah segera memperbaiki kesalahan-kesalahan yang sangat
mendasar atau fundamental tersebut,” katanya. (dri/rls/adv)