Ia memaklumi banyak kondisi perantau mudik. Meskipun diakui, ia sudah melayangkan surat ke setiap ketua paguyuban warga perantau. Isinya imbauan agar sebaiknya perantau tidak mudik terlebih dulu ke Kuningan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19 secara lebih luas.
Acep berjanji akan terus berusaha optimal. Pencegahan strategis perantau mudik, selain pengetatan di 6 posko check point, ia akan mengoptimalkan puskesmas di setiap kecamatan, termasuk puskesmas pembantu dan puskesdes. Di mana setiap kesehatan pemudik akan periksa dan disemprot disinsfektan.
Kemudian diberlakukan karantina mandiri. “Pemudik yang datang ke rumahnya harus dikarantina. Tugas pemerintahan desa, mulai kadus, RT, dan RW untuk mendata, memeriksa kembali kesehatan perantau termasuk non pemudik. Jika ada yang sakit, atau menunjukkan gejala, aparat desa segera lapor ke puskesmas melalui bidan desa. Protap itu akan kita perketat. Harus dipastikan semua berjalan optimal,” tegas bupati.
Pemerintahan desa sebagai ujung tombak pendataan dan pengawasan tidak ada lagi alasan untuk tidak bekerja maksimal dalam membantu pemerintah daerah dalam penanganan Covi-19. Sebab ia sudah memperbolehkan dana desa digunakan Rp50 juta. “Besaran dana itu bisa ditambah jika situasi masih belum menentu. Sekarang kita perbolehkan dulu dana desa dipakai dulu Rp50 juta untuk penanganan Covid-19 di desa. Kita sudah koordinasi ke kejaksaan, aman,” tandasnya.
Ia berharap pemudik yang diperlakukan secara ketat, harus memaklumi. Jangan tersingggung, apalagi merasa dipojokkan. Sebab mayoritas pemudik datang dari kota besar yang berstatus terpapar Covid-19. “Bahayanya perantau kita itu karena mudik dari daerah-daerah terpapar,” ucap bupati.
Acep juga sudah memutuskan memberlakukan jam malam di wilayah kota dan dan mengkaji opsi karantina wilayah parsial. “Penetapan karantina wilayah parsial ini hanya berlaku di tingkat desa, sehingga diharapkan bisa ditindaklanjuti oleh para kades untuk melakukan persiapan,” tegas Acep.