Produksi kacang goreng rumahan masih di Desa Rawa, Oyo Suhyo telah menggunakan wood pellet selama 3 bulan lamanya. Ia merasa diuntungkan. Sama seperti Ahe, modal untuk pengeluaran bahan bakar dapat dipangkas untuk menutup kebutuhan lain.
Pria yang telah menekuni usaha selama 6 tahun tersebut menambahkan, per bal kacang goreng yang ia produksi dijual Rp72 ribu dengan berat 5 kilogram. Jika biasa ia menghabiskan Rp600 ribu untuk membeli 100 liter bahan bakar solar setiap hari, dengan palet kayu ia hanya perlu menggelontorkan Rp500 ribu atau 2,5 kwintal palet.
“Atau sekitar 10 karung. Kami produksi dari jam 7 pagi sampai jam 3 sore dengan dibantu 3 karyawan,” ungkapnya.
DAUR ULANG LIMBAH RAMAH LINGKUNGAN
Asep Setiawan dan Oyo Suhyo memperoleh wood pellet dari PT Griya Wahana Jaya yang masih beralamatkan di Desa Rawa. Rupanya selain efisiensi modal, wood pellet lebih ramah lingkungan. Dengan jumlah emisi gas buang yang 8 kali lebih rendah dibanding bahan bakar gas. Serta 10 kali lebih rendah daripada batu bara dan bahan bakar minyak.
General Manager (GM) PT Griya Wahana Jaya, Tris Prayudi menjelaskan, palet kayu di pabrik yang dikelola berbahan dasar limbah papan bekas dari Pohon Mahoni dan Albahsiah dengan kalori 4.200-4.300. Bahan baku dengan kadar air awal 45 persen itu diambil dari Kabupaten Ciamis.
Setelah bahan baku didatangkan, limbah papan dimasukan ke dalam mesin pengeringan hingga kadar air berkurang menjadi 10 persen. “Kemudian masuk ke proses pencetakan. Setelah di cetak berbentuk seperti silinder dengan diameter 8 ml, panjang sekitar 2-2,5 cm. Setelah di cetak masuk ke tahap terakhir yaitu pendinginan sebelum dikemas,” jelasnya.