Berdasarkan informasi yang dihimpun Radar Cirebon, Kota Cirebon mendapatkan bantuan berupa alokasi swab dan VTM sejumlah 1.242. Jumlah itu berdasarkan kebutuhan yang diajukan dan akan diberikan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Rinciannya, pasien dalam pengawasan (PDP) 2, orang dalam pemantauan (ODP) 3, pasien positif aktif 5, kontak tracing kasus positif 100, tenaga kesehatan 219, pemuka agama 102, pedagang pasar/pelaku perjalanan/pusat keramaian 681, pendaftar di Aplikasi Pikobar 135.
TERKENDALA PENOLAKAN WARGA
Tes masal di Kota Cirebon dikhawatirkan terkendala dengan kurang kooperatifnya masyarakat. Contohnya pada rapid test masal yang dilakukan oleh Dinkes Kota Cirebon di empat pasar tradisional dan RW 01 Pesisir Selatan Kelurahan Panjunan. Animo warga mengikuti agenda itu cukup rendah.
Namun dari ratusan spesimen yang diperiksa, terdapat 18 warga Kota Cirebon dan seorang warga luar Kota Cirebon yang reaktif. Sehingga total 19. Sebagian, sudah menjalani tes lanjutan berupa swab test.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tri Mulyaningsih MKM menjelaskan, dari 19 orang tersebut, 14 orang diantaranya sudah diambil sampel lendirnya dan dibawa untuk dites pada mesin polymerase chain reaction (PCR) di Rumah Sakit Daerah Gunung Jati (RSD-GJ).
Empat orang lainnya, kata dia, masih dibujuk oleh tim puskesmas sesuai wilayah kerja domisili warga tersebut serta RT/RW dan tokoh setempat, agar bersedia segera melakukan swab test, guna mengetahui kepastian statusnya, dengan metode testing yang akurasinya lebih tinggi. Walaupun yang reaktif rapidtest terdahulu ketika dilakukan swabtes hasilnya belum tentu positif.
Sedangkan, satu orang lainnya yang merupakan warga luar Kota Cirebon yang kebetulan mengikuti rapid test di lokasi yang menjadi sasaran testing masal tersebut, telah diserahkan data dan identitasnya kepada Dinkes di daerah domisilinya, untuk ditindaklanjuti penangananya.
“Ada 18 warga yang reaktif. Posisinya di rumahnya masing-masing isolasi mandiri, dengan pengawasan yang ketat dari Puskesmas setempat. Karena mereka menolak untuk ditawari untuk menjalani isolasi di Pusdiklat BKKBN,” ujar Tri, kepada wartawan.