Padahal, dengan adanya Polindes dan Pustu sebagian besar pelayanan kesehatan seharusnya bisa ditangani di tingkat desa. Termasuk tempat isolasi bagi warga yang terjangkit Covid-19.
Selain penanganan kesehatan, hal krusial lainnya adalah penangan dampak sosial-ekonomi, terutama kebutuhan pangan masyarakat.
Di tengah situasi pandemi, pergerakan masyarakat sangat dibatasi sehingga menyebabkan tergerus bahkan, hilangnya aktivitas ekonomi, turunnya pendapatan, turunnya omset usaha, melonjaknya angka pengangguran dan indeks kemiskinan.
Baca Juga:PSBB Jabar Dilanjutkan, Bupati: Kabupaten Cirebon Masa PemulihanSatpol PP Pastikan Kawasan Stadion Bima Steril
Oleh karena itu, ketahanan ekonomi terutama pangan harus dibangun di tingkat desa. Pusat-pusat pekerjaan dan usaha di bidang pangan seperti pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan, serta pengolahan bahan baku kearifan lokal menjadi produk makanan siap saji harus dipersiapkan secara serius. Baik, untuk pekerjaan sampingan maupun profesi.
Masyarakat tradisional seperti leluhur kita telah mengkondisikan rumah tangganya untuk menyediakan apotek hidup di pekarangan rumahnya, menanam pohon buah-buahan, menggarap sawah, memelihara hewan ternak, dsb. Sehingga ketika terjadi masa darurat, sumber pangan tersedia dalam jangka waktu yang lebih lama. Agar tercapai program strategis tersebut, diperlukan pemetaan, penataan, pengembangan, juga penguatan.
Program strategis desa lainnya adalah lumbung pangan, yaitu Bulog skala desa. Fungsi Bulog yaitu menata agar persediaan pangan warga di masa darurat pandemi dapat diantisipasi.
Dengan adanya wabah ini, mudah-mudahan menjadi pelajaran berharga agar pemerintah dan masyarakat selalu siap tatkala menghadapi situasi terburuk. Ketika masa panen raya atau ekonomi sedang meningkat, maka jangan lupa untuk menabung dan berinvestasi terutama di bidang kesehatan dan pangan.
Maka dengan anggaran pemerintah yang sangat terbatas, diharapkan langkah strategi penganggaran yang diambil betul-betul tepat sasaran. Kebutuhan mendasar berupa kesehatan dan pangan sepatutnya menjadi prioritas utama dan fokus program yang diukur dari tingkat desa. Sementara program dan pembangunan yang bersifat sekunder harus di-pending dulu.
Namun, jika pembangunan yang bersifat sekunder tetap dijalankan karena terlalu panjangnya angan-angan akan kemajuan, maka ketika gelombang epidemi kembali menerjang maka pembangunan sekunder akan terhenti, mangkrak, atau bahkan akan dirusak oleh rakyat yang didera kelaparan.