“Surat edaran dan petunjuk teknis itu sambil menunggu Peraturan KPU terkait pilkada sesuai protokol kesehatan bisa diundangkan,” ucapnya.
Tidak hanya itu. Untuk menjamin protokol kesehatan, KPU juga akan mengatur batasan orang yang hadir pada rapat umum ketika kampanye pilkada. “KPU mendorong kampanye lebih dilakukan lewat ranah virtual,” terangnya.
Untuk tahapan pemungutan suara, KPU akan menambah TPS. Tujuannya agar tidak terjadi penumpukan pemilih saat hari pemilihan.
KPU, lanjutnya, juga menyiapkan bilik suara khusus bagi pemilih yang diduga menunjukkan gejala Covid-19. “Pemilih yang sedang mendapatkan perawatan atau karantina Covid-19 di rumah sakit rujukan tidak perlu datang ke TPS. Penyelenggara pemilu yang akan mendatangi dengan menggunakan alat pelindung diri lengkap,” pungkasnya.
Terpisah, pendiri Negrit, Hadar Nafis Gumay, meminta pemerintah tidak terburu-buru menggelar Pemilu. Menurutnya, sejumlah negara yang tetap menggelar Pemilu dinilai banyak yang berantakan. “Ada sekitar 20 negara yang menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi. Hasilnya berantakan. Mulai dari persiapan, tahapan hingga tingkat partisipasi pemilihnya,” kata Hadar.
Hanya satu atau dua negara saja yang berhasil menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi. Tetapi, hasilnya juga tidak signifikan. Dia mencontohkan pemilu lokal Bavaria di Jerman. Tingkat partisipasi hanya naik sekitar 3 persen.
Kemudian, di Korea Selatan. Pemilu di negeri Ginseng itu cukup sukses. Namun, karena sistem dan regulasinya sudah siap. “Sistem itu sudah berjalan sejak periode-periode sebelumnya. Mereka merancang dan menjalankannya akibat wabah MERS dan SARS,” ucapnya.
Selain itu, Korea Selatan menggelontorkan anggaran tambahan yang besar untuk menyukseskan pemilu legislatif yang digelar pada April 2020 lalu. “Tetapi negara lainnya berantakan. Coba lihat, pra pemilu di Amerika Serikat juga berantakan,” terangnya.
Selain 20 negara yang memutuskan tetap melangsungkan pemilu di tengah pandemik, sebanyak 60 negara lain memilih menunda penyelenggaraan pemilihan umum.
“Untuk Indonesia, menurut saya tidak usah buru-buru menyelenggarakannya. Apalagi 9 Desember. Siapkan dulu dengan matang, dalam beberapa bulan ke depan. Setelah itu, baru bisa lanjutkan lagi,” pungkasnya. (rh/fin)