CIREBON – Walikota Cirebon telah mengeluarkan surat penugasan pengelolaan Bus Rapid Transit (BRT) kepada Perusahaan Daerah PD Pembangunan (PDP). Penunjukkan itu dilakukan sejak awal Maret. Sebelum pandemi covid-19 melanda Kota Cirebon.
Kendati demikian, hingga saat ini, PDP belum bisa bergerak. Manajemen tengah mengupayakan izin perluasan lingkup usaha yang mencakup sektor moda transportasi.
Hal ini mengindikasikan perusahaan plat merah milik Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon berencana mengoperasikan BRT secara mandiri. Mengingat masih terhambatnya ‘audisi’ pencarian operator yang bersedia mengelola BRT.
Beberapa nominator yang sebelumya sempat dijajaki, prosesnya masih belum seelsai, terutama ketika memasuki masa pandemi.
Direktur Utama PDP, Dr Pandji Amiarsa SH MH menjelaskan, perluasan lingkup usaha tersebut diperlukan, karena operasional BRT tidak ada dalam sektor usaha yang dikerjakan oleh PDP. Juga tidak mencakup adanya klausul ruang lingkup pengelolaan sektor usaha moda transportasi.
Pihaknya telah berkirim surat kepada Walikota Cirebon selaku kuasa pemilik modal (KPM) dari PD Pembangunan. Perihal permohonan persetujuan perluasan sektor usaha yang dapat dilaksanakan oleh PDP. Surat tersebut, dilayangkan pada 28 April lalu melalui Bagian Perekonomian Setda Pemkot Cirebon.
Nantinya, ketika sudah turun persetujuan/rekomendasi dari Walikota selaku KPM, akan menjadi lampiran dokumen, untuk diajukan permohonan perluasan izin usaha kepada Dinas Penanaman Modal Terpadu dan Pelayanan Satu Pintu (DPMPTSP).
“Langkah ini merupakan salah satu tahapan persiapan yang sedang kita kerjakan,” ujar Pandji, kepada Radar Cirebon, Selasa (23/6).
PDP, kata dia, juga masih melakukan penjajakan dengan vendor calon mitra ideal yang bisa bersama-sama andil mengoperasikan BRT. Penjajakan sempat kesulitan di masa pandemi ini, karena kordinasinya terbatas belum bisa bertemu langsung.
Terkait kemungkinan pengoperasian BRT yang mandiri oleh PDP seiring dengan rencana perluasan izin usaha, Pandji menyebutkan hal tersebut cukup berisiko. Sebab, PDP belum pengalaman dalam mengelola, resistensinya juga cukup tinggi apalagi di masa-masa awal pengelolaan.
“Di Bekasi saja, moda transportasi masal memang dikelola oleh perusahaan daerah, tapi operatornya tetap menggandeng pihak ketiga sebagai mitra yang lebih berpengalaman, sekaligus mementori rintisan sektor usaha public service seperti ini,” paparnya.