Sejarah yang dimaksud, kata Rahardjo, adalah terkait dengan trah asli keturunan Sunan Gunung Jati yang berhak memimpin Kesultanan Kasepuhan. Menurutnya, ada pembelokan sejarah usai Sultan XI wafat pada tahun 1942. Di mana yang memimpin Kesultanan Kasepuhan setelah itu bukan lagi dari trah Sunan Gunung jati. Tapi seorang bernama Alexander yang merupakan anak dari adik perempuan istri Sultan Sepuh XI, yang menikah dengan Snouck Hurgronje, seorang orientalis asal Belanda.
Sultan Sepuh XI, yakni Sultan Sepuh XI Radja Jamaludin Aluda Tajul Arifin, kata Rahardjo, tidak memiliki anak laki- laki dari pernikahannya yang pertama dengan Raden Ayu Raja Pamerat. Setelah itu, beberapa tahun kemudian, Sultan Sepuh XI menikah lagi dengan seorang putri ulama mualaf dari Cianjur bernama Nyi Mas Rukijah. Dari pernikahan dengan Nyi Mas Rukijah, Sultan Sepuh XI memperoleh 5 orang putra dan putri.
Dan, satu di antaranya seorang putra bernama Raden Sugiyono. “Tahun 1942, Sultan Sepuh wafat. Di mana waktu itu Raden Sugiyono baru berumur 9 tahun sehingga masih belum layak untuk menjadi sultan. Dari situ terjadi kevakuman kekuasaan di Keraton Kasepuhan yang dimanfaatkan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk memaksa Alexander sebagai sultan,” jelas Rahardjo.
Rahardjo sendiri mengaku sadar apa yang dilakukannya ini akan mendapat penolakan dari pihak Sultan Arief. Namun, menurutnya, tindakan tersebut telah didukug oleh keluarga besar keturunan Sultan Arief XI. Ia bersama dengan keluarganya, termasuk Elang Mas Upi Supriyadi, anak dari Raja Ratu Wulung Ayuningrat, sekaligus cucu dari istri pertama Sultan Sepuh XI, Raden Ayu Raja Pamerat. “Saya pribadi dengan Pak Upi adalah cucu dari Sultan Sepuh XI,” lanjutnya.
Ia menegaskan bahwa dirinya merupakan keturunan langsung Sultan Kasepuhan Cirebon XI, yakni Sultan Sepuh XI Radja Jamaludin Aluda Tajul Arifin. Untuk lebih meyakinkan atas klaimnya itu, Rahardjo bahkan sudah menyiapkan sejumlah dokumen tentang silsilah keluarga Sultan Sepuh XI Radja Jamaludin Aluda Tajul Arifin. Salah satunya sebuah surat bernomor 051/SL/SSXIV/XI2013 yang ditandatangani Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat di atas materai.