Di tengah pandemi covid-19 yang tak kunjung usai saat ini, wabah serupa pernah terjadi. Kala itu, Cirebon masih berbentuk keresidenan.
APRIDISTA SITI RAMDHANI, Cirebon
WABAH itu tidak hanya terjadi di Cirebon. Mencakup Asia Tenggara. Posisi kota karisidenan yang menjadi tempat pertukaran barang, jasa juga mobilitas manusia, menjadikan posisi Cirebon ketika itu cukup rentan. Apalagi dengan aktivitas pelabuhan.
Namun, persisnya wabah apa yang terjadi ketika itu, belum dapat dipastikan secara spesifik. Namun, meninjau arsip lain, di masa berbeda memang sempat terjadi sebaran penyakit yang demikian masif.
Het Nieuws van den dag Voor Nederlandsch Indie, sebuah surat kabar yang diterbitkan 10 Februari 1913 yang dikutip Imas Emalia dalam jurnal sejarah berjudul “Wabah Typhus di Cirebon Masa Hindia Belanda: Kebijakan Pemerintah dan Solusi Sehat Masyarakat”.
Surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad, I Februari 1921, menyebutkan bahwa wabah tifus di salah satu kota di Jawa Barat ini sudah terjadi pada tahun 1911. Bahkan surat kabar tersebut menambahkan, wabah tifus ini semakin menyebar sepanjang tahun 1913.
Berdasarkan keterangan tersebut, diterangkan mengapa wabah tifus menyebar cepat. Hal ini disebabkan oleh keadaan sanitasi kota yang cenderung kumuh.
Penduduk Kota Cirebon sering mengeluhkan lingkungan kota yang kekurangan tempat pembuangan kotoran yang memadai. Sedangkan posisi sumur sebagai sumber air bagi penduduk juga berdekatan dengan got. Wabah serupa juga pernah terjadi yakni malaria.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusi), Drs H Jaja Sulaeman MPd menuturkan, dari arsip yang ada di dispusi juga dari arsip nasional, wabah terjadi di tahun 1825.
Saat itu Cirebon masih berupa Keresidenan sehingga tak diketahui letak daerah pasti wabah ini. Di tahun tersebut suatu wabah menjangkit ribuan orang. Namun belum ada yang mengetahui apa penyakit tersebut dan bagaimana cara menanggulanginya. “Pada saat itu wabah ini terjadi se-Asia tenggara,” tutur Jaja, kepada Radar Cirebon.
Setelah disadari adanya wabah, lockdown pun diterapkan. Namun, di dalam arsip tersebut dijelaskan akses benar-benar ditutup. Tak boleh ada orang masuk atau keluar. Dan tak ada pemberian makan atau bantuan apapun. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya penyebaran wabah tersebut. Pada masa ini masih berkuasa Pemerintah Hindia Belanda.