Mengapa Masih Ada yang Bilang Covid-19 Hoax?

okri- uji swab di pasar pagi (1)
Tim Dinas Kesehatan Kota Cirebon melakukan pengambilan spesimen swab, belum lama ini. Di tengah pandemi covid-19, sebaran informasi bohong memperparah keadaan. Foto: Okri Riyana/Radar Cirebon
0 Komentar

Di tengah pandemi corona virus disease (covid-19),  masih ada masyarakat yang mengangap pandemi ini sebagai hoax. Tidak sedikit yang termakan informasi maupun teori konspirasi. Pada akhirnya malah memperparah keadaan.

PLERED zona merah, pakai masker dan face shield. Kecepatan angin di Cirebon sekarang sedang 39 kilometer per jam.
Entah dari mana sebaran informasi bermula. Namun merujuk frasa dari konten yang menyebar di Whats App, sangat mirip dengan dua berita yang diunggah berurutan dan radarcirebon.com. Kedua berita tersebut terpisah dan tidak saling berkaitan.
Yang pertama adalah informasi adanya 16 kasus covid-19 di Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon. Yang kedua adalah informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) berisi penjelasan mengenai fenomena angin kumbang di wilayah Ciayumajakuning.
Kedua berita tersebut tidak saling berkaitan. Dan tidak ada satu pun yang mengulas mengenai zona merah. Sayangnya, sebaran pesan berantai di Whats App tersebut cukup masif.
Itu baru satu informasi yang “dipelesetkan” oleh oknum. Lebih banyak lagi yang setiap harinya menerpa masyarakat. Dari situs resmi pemerintah misalnya. Selama pandemi covid-19 sedikitnya ada 372 hoax menyebar. Itu baru yang terdeteksi dan telah dilakukan counter. Di luar itu, lebih banyak lagi. Termasuk di tingkat lokal.
Sebaran informasi yang tidak dapat dipertanggung jawabkan, dikhawatirkan memperparah pandemi. Belum lagi masyarakat yang mempercayai teori konspirasi dan menolak penerapan protokol kesehatan seperti penggunaan masker, cuci tangan, jaga jarak dan lainnya.
Psikolog, Rini S Minarso SE SPsi MPsi mengatakan, masyarakat yang menganggap covid sebagai hoax, karena mereka belum paham penyakit seperti apa covid-19 ini dan belum dipahami dengan baik.
Masyarakat merasa apa yang disampaikan oleh pemerintah, terkait data yang didapatkan sejauh ini bukan data sesungguhnya. Di samping itu, ada faktor pemahaman yang kurang. “Bisa karena kurang kepercayaan terhadap pemangku kebijakan. Bisa juga karena minimnya pengetahuan,” tutur Rini, kepada Radar Cirebon, Senin (27/7).
Sebagai jalan keluar, dia mendorong kebijakan pemerintah satu dan lainnya harus bisa sereagam. Jangan bertolak belakang agar meningkatkan kepercayaan masyarakat.

0 Komentar