Mengenal Istilah Polmak Alias Plt Sultan

rahardjo-djali-polmak-sultan-sepuh-kasepuhan-cirebon
Rahardjo Djali saat membacakan ikrar menjadi Polmak Sultan Sepuh di Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Foto: Azis Muhtarom/Radar Cirebon
0 Komentar

CIREBON – Pengisi kekosongan kekuasaan pada tatanan kasultanan keraton-kereton di tatar Caruban, dikenal dengan istilah Polmak, atau Polmah.
Melansir dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Polmah, kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), Polmah memiliki arti surat kuasa dan orang yang diberi kuasa.
Filolog Rafan Sapari Hasyim menyebutkan, polmak memang pernah beberapa kali ditetapkan pada sejarah kasultanan keraton-keraton di Cirebon, termasuk Kasepuhan, Kanoman, juga Kacirebonan.
Dia menjadikan pemangku jabatan sementara itu, biasanya terjadi ketika sultan/raja yang berpulang, tapi pewaris takhtanya masih belum akil balig. Sehingga, penunjukan pewaris takhtanya masih dalam proses sengketa.
Menurutnya, Polmak di sejarah keraton di Cirebon, terjadi pertama kali pada zaman Sultan Matangaji. Saat itu, Matangaji yang merupakan Sultan Sepuh V, terbunuh dalam sebuah peristiwa pengkhianatan di Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
Kemudian, takhtanya sementara dipegang oleh Ki Muda atau Sultan Hasanudin yang sebetulnya bukan berasal dari trah keturunan Sunan Gunung Jati. Tetapi dari keturunan Talaga.
“Ketika menjelang berakhirnya jabatan sementara, mestinya takhta itu diserahkan lagi ke trah yang asli. Yakni Pengeran Suryanegara, adiknya Sultan Matangaji. Tapi malah diberikan ke keturunannya,” ungkapnya. (azs)

0 Komentar