Tinggal proses lanjutan pembayaran uang pengganti kepada warga terdampak penataan Kawasan Panjunan, yang masih harus menunggu arahan dari Kementerian ATR/BPN.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Kota Cirebon, Drs Sumantho mengatakan, belum ada “sinyal” dari Kementerian ATR/BPN. Sehingga menghambat persiapan penataan kumuh skala kawasan.
Kementerian ATR/BPN memegang peranan penting, sehubungan aturan baru yang diterbitkan mengenai lahan. Aturan baru ini, tidak bisa dikesampingkan. “Kita masih menunggu petunjuk lebih lanjut, belum ada kabar lagi,” kata Sumantho.
Mantan Camat Pekalipan tersebut mengungkapkan, info terakhir dari Kementerian ATR masih dalam disposisi pimpinan. Apakah konsultasi tersebut nantinya mengharusnya berangkat ke Jakarta, atau cukup surat menyurat.
Beberapa waktu lalu, pemkot memang pernah menggelar rapat terbatas dengan Kementerian PUPR dan Kementrian ATR/BPN secara daring. Namun pada rapat secara virtual tersebut Kementerian ATR/BPN belum bisa memberikan keputusan. Mengingat kewenangan yang dimaksud dalam Peraturan Menteri (Permen) ATR/BPN ada di direktorat jenderal yang lain.
“Waktu itu sempat rapat virtual, tapi secara umum, yang hadir dari ATR/BPN-nya beda ditjen,” tandasnya.
Terkait aturan baru yang menjadi penghambat ialah Peraturan Menteri ATR/BPN 6/2020. Peraturan baru tersebut membuat bingung. Misalnya, mengatur mengenai lahan serta terkait status kewenangan lahannya.
Aturan ini, kata Sumantho sangat berpengaruh. Sebab, pemberi dana kerohiman harus dari pihak yang berwenang pada lahan tersebut.
“Intinya kita jangan membuat masyarakat resah, jangan mengecewakan masyarakat. Kita dan BBWS, semua mendukung pembangunan ini,” pungkasnya. (abd)