CIREBON – Asdi, seorang petugas sampah di Kelurahan Sunyaragi hanya bisa mengiba. Dengan raut muka yang pasrah, ia berharap agar sampah yang berada di gerobaknya bisa dibongkar dan dimasukan ke dalam kontainer. Sayangnya, petugas pengawas TPS Jl Brigjen Dharsono (By Pass) atau TPS PLTG tak mengizinkan.
Padahal Asdi mengaku sudah kelelahan setelah menarik gerobaknya dari eks TPS Cipto menuju TPS PLTG. Laki laki tua itu mengaku tidak tahu kalau mulai Minggu, petugas kebersihan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cirebon tidak bekerja untuk menarik sampah yang ada di TPS.
“Biasanya kan ke situ (TPS Cipto, tapi sekarang nggak boleh. Terus ke sini ditarik saja. Nggak pakai kendaraan,” kata Asdi, kepada Radar Cirebon, Minggu (14/9).
Asdi bersikukuh tidak mau pulang dengan membawa kembali gerobaknya yang penuh dengan sampah. Jarak antara TPS PLTG dengan rumahnya di RW 07 Karangjalak Mekar cukup jauh.
Sementara itu, Eka petugas pengatur dan pengawas TPS PLTG menjelaskan, dari dinas sebenarnya sudah mensosialisasikan kalau batas penarikan sampah hanya sampai Sabtu sore. Sehingga tukang angkut sampah juga seharusnya membuang sampah sebelumnya.
“Mungkin bapaknya tidak tahu atau disosialisasikan. Padahal sebelumnya sudah dikasih tahu ke RT-RT dan RW-RW mengenai rencana ini,” jelasnya.
Namun demikian, Eka akhirnya memberikan kelonggaran dengan membolehkan Asdi untuk menitipkan gerobaknya di TPS PLTG. Dengan syarat, keesokan harinya, Asdi datang lebih awal untuk membongkar sampah ke kontainer yang disediakan.
“Ya sudah. Besok saya datang jam setengah 6,” saut Asdi sembari mendorong gerobaknya ke pojok dalam TPS.
Di TPS Jl Rajawali Raya aktivitas bongkaran sampah masih terus berjalan. Salah satu tukang sampah asal Sidamulya Kelurahan Pekiringan, Dilip. Dia mengaku hanya bisa melakukan pengangkutan sampah saat sore hari. Sehingga ia memilih untuk membuang sampah ke TPS Jl Rajawali yang jaraknya lumayan jauh. “Kalau pagikan saya kerja lain. Jadi bisanya sore saja,” ungkapnya.
Menurut Dilip, dengan adanya penutupan TPS Cipto, jarak yang ditempuhnya menjadi lebih jauh. Biaya bensin menjadi lebih boros. “Ya kalau sekarang ibaratnya kayak kerja sosial saja. Sebulan cuma Rp500 ribu. Buat bensin buat apa. Tapi ya terima saja,” ujar dia.