PARTAI Komunis Indonesia (PKI) pernah jadi bagian sejarah di Kota Cirebon. Sebelum meletusnya peristiwa G30S/PKI pada 1965 PKI di Cirebon eksis sebagaimana partai politik besar lain. Namun setelah dinyatakan sebagai partai terlarang, PKI seolah menghilang.
Pemerhati sejarah, Akbarudin Sucipto menjelaskan, PKI di Cirebon memiliki metode pergerakan yang sangat sistematik. Mereka bahkan telah memperoleh simpati kalangan masyarakat dengan propaganda dan pendekatan kulturalnya.
Organisasi sayap atau under bow PKI juga tak kalah gencar dalam menjaring simpati masyarakat. Gerwani, Pemuda Rakyat, SOBSI, BTI hingga Lekra turut bekerja menjalankan propaganda kepada golonganya. Maka tak heran, di beberapa daerah di wilayah karesidenan Cirebon, pernah menjadi wilayah merah, atau dengan kata lain banyak warga yang menjadi simpatisan PKI.
Menurut Akbar, pada mulanya PKI di Cirebon melakukan pendekatan kultural karena mereka harus bersaing dengan partai-partai seperti Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, dan Nahdatul Ulama.
“Di Cirebon sistem pergerakan PKI berbeda dengan pola pergerakan PKI di tempat lain. Saya melihat PKI di Cirebon juga melakukan pendekatan kultural yang cair dengan masyarakat. Artinya, secara organisasi dan kelembagaan, PKI berjalan dengan baik,” kata Akbar.
Akbar melanjutkan, persaingan politik antar partai di Kota Cirebon kala itu cukup sengit. PKI memiliki rivalitas yang intens dengan Masyumi. Walaupun rivalitas itu hanya terjadi pada mimbar kampanye. Tidak sampai menimbulkan konfrontasi fisik.
Seringkali PNI, Nahdatul Ulama, Masyumi, dan PKI pada saat kampanye lokasinya berdekatan. Tapi yang memang terlihat berkonflik adalah PKI dan Masyumi. “Entah saling ejek atau semacamnya. Tapi tidak sampai ribut,” tambahnya.
Masih kata Akbar, kader dan simpatisan PKI juga melakukan doktrin terhadap anak-anak di Cirebon. Mereka mencuci otak anak-anak dengan propaganda PKI.
Dari sisi propaganda, Akbar pernah mendapatkan cerita dari ketua GP Ansor Cirebon tahun 1961-1965, bahwa contoh propaganda yang dilakukan oleh Gerwani adalah dengan menyasar anak-anak sekolah dasar. Gerakan itu dilakukan di markas Ampera I yang berada di wilayah Gunungsari.
Masih kata Akbar, saat itu, propaganda dilakukan adalah dengan meminta anak-anak untuk berdoa kepada tuhan supaya diberikan pensil dan buku. Selama berdoa, pensil yang diminta itu ternyata tak kunjung datang. Namun narasi kemudian diubah dengan menyuruh anak anak untuk berdoa meminta buku dan pensil kepada ibu guru. Saat anak anak berdoa, guru guru tersebut memberikan buku dan pensil.