CIREBON – Proses pemulasaran jenazah terkonfirmasi positif Covid-19 antar kota/kabupaten, menjadi persoalan serius. Itu setelah viralnya video pembukaan paksa pasien Covid-19, yang merupakan warga Kecamatan Gunungjati beberapa waktu lalu.
Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Cirebon, Siska Karina SH MH mengatakan, Pemerintah Kabupaten dan Kota Cirebon ke depan harus sinergis. Membahas persoalan daerah perbatasan. Apalagi, menyangkut warga yang positif Covid-19.
“Kasus kemarin itu, faktanya memang tidak ada komunikasi dari gugus tugas kedua daerah. Artinya, ini harus dibicarakan. Jangan sampai ada korban yang sama seperti itu lagi,” kata Politisi Partai Golkar itu kepada Radar, kemarin (11/10).
Dia mengaku, sudah berkoordinasi dengan Bupati Cirebon Drs H Imron MAg. Bahkan, sudah ada kesediaan akan ada komunikasi antar wilayah. Bukan hanya terkait masalah covid saja. Termasuk permasalahan lainnya juga.
“Meskipun banyak persoalan, untuk pertama ini dikhususkan membahas persoalan Covid-19. Sebagai bahasan pembuka. Setelah itu, bisa dilanjutkan dengan wacana-wacana kedua daerah,” katanya.
Selain itu, lanjut Siska, antar wakil rakyat, pihaknya juga sudah ada komunikasi dengan komisi III DPRD Kota Cirebon sebagai mitra kerja RS Gunung Jati.
“Kita mau membahas terkait persoalan kemarin. Kira-kira tindakan dewan kota seperti apa. Terkait pemulasaran jenazah Covid-19. Sebab, dibukanya jenazah Covid-19 itu ternyata tidak didampingi tim medis dari RS Gunung Jati,” ungkapnya.
Berikut, kata Siska, pihaknya juga meminta agar komisi III, bisa menjembatani agar kepala daerah kedua wilayah bisa dipertemukan. Karena banyak persoalan di daerah perbatasan. Khususnya terkait masalah kesehatan. Karena warga kabupaten kerap kesulitan ketika ingin menempuh ke rumah sakit milik pemerintah daerah.
“Ke RSUD Arjawinangun jauh, ke RSUD Waled juga jauh. Akhirnya banyak yang ke RS Gunung Jati Kota Cirebon,” imbuhnya.
Dia juga menyayangkan, statemen dari pihak rumah sakit yang image-nya menyalahkan pihak desa. Bahwa sudah ada WA ditujukan ke pihak desa, bahwa mau ada jenazah warganya yang akan dimakamkan.
“Pemerintah desa berpikir yang mau makamin pihak rumah sakit. Karena ini bukan jenazah biasa, ini jenazah covid-19. Perlu penanganan khusus, harus ahlinya. Tidak bisa asal limpahkan. Memangnya pihak desa sudah paham? Sudah ada pelatihan-pelatihannya? Kan belum tentu,” pungkasnya. (sam)