“Dua perusahaan sebelumnya sudah inkrah dan dibayarkan tidak ada yang ngasih tahu ke kita. Dari PUPR dan BKD, tidak ada yang ngasih tau. Sebetulnya kami subkon menyadari kalau pekerjaan kita dianggap kurang baik, dibayar dari kontraktor utamanya tidak utuh juga nggak apa-apa. Asal ada uang yang masuk,” ujarnya.
Praktis, harapan mereka satu-satunya adalah bertemu dengan kontraktor PT Ratu Karya yang belum menerima sisa pembayaran dari pemkot, karena masih menempuh gugatan di jalur kasasi MA. Mereka menganggap, meskipun bendera tiga perusahaan tersebut berbeda, tetapi yang mengendalikanya adalah satu orang.
Menanggapi keluhan para jasa kontraktor, Ketua Komisi II DPRD Kota Cirebon, Ir H Watid Shariar MBA meminta kepada Dinas PUPR memfasilitasi keinginan para pengusaha. Ketika pada waktunya membayarkan sisa pekerjaan kepada PT Ratu Karya, sesaat sebelumnya dipertemukan terlebih dahulu dengan kontraktor utamanya.
“Memang secara yuridis, Dinas PUPR tidak punya kewenangan menahan pembayaran ketika sudah ada putusan hukum. Tapi, kan bisa jeda sehari dua hari dulu. Minta waktu untuk memfasilitasi pertemuan mereka dengan konraktor utama,” tuturnya.
Terlebih lagi, meskipun secara formal tidak dibenarkan adanya sub kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek tersebut, tapi yang jadi pertimbangan secara de facto mereka merupakan pengusaha jakon lokal asal Cirebon. Mereka juga bekerja dan mengeluarkan uang, yang mesti diperhatikan.
Sementara itu, Kepala Dinas PUPR Kota Cirebon, Syaroni ATD MT mengatakan, dimungkinkan untuk difasilitasi adanya pertemuan dengan kontraktor utama sebelum pembayaran. Tapi, kembali lagi pihaknya juga masih menunggu adanya putusan pengadilan yang tetap (inkrah).
“Inkrahnya kapan, kami juga belum tahu. Sebetulnya ketika sudah ada putusan inkrah, pengadilan memerintahkan kita untuk membayarkan kepada penyedia. Secara hukum kita tidak dibenarkan untuk menunda-nunda. Tapi, kita usahakan untuk bisa dipertemukan dulu,” imbuhnya. (azs)