“Yang jelas, karena masyarakatnya masih awam, karena corona belum ada obatnya, jadi respons dari masyarakat menjadi antipati. Bahkan ada gosip yang menyebutkan kalau saya sudah meninggal dunia,” ungkapnya.
Sebagai penyintas, dirinya mengajak kepada masyarakat agar bisa lebih menerima jika ada salah seorang anggotanya yang terpapar Covid-19. Dukungan moril merupakan sesuatu yang sangat diharapkan, daripada menjauhi dan mengucilkan.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Atin, orang tua Dewi. Selama tiga minggu lebih, ia dan 6 orang anggota keluarganya menjalani isolasi mandiri di rumah. Menurutnya, dukungan lingkungan sangat diperlukan di kala mereka mendapatkan ujian yang cukup berat tersebut.
Terkadang bully-an juga masih diterima oleh cucu-cucunya. Namun begitu, ia mengaku ikhlas dan menerima. Walaupun di sisi lain, ada juga perasaan sedih. Beruntung, ia tak merasakan langsung dikucilkan atau diminta tak melakukan isolasi mandiri di rumahnya.
“Kalau warga di sini sih mungkin tahu keseharian kita bagaimana. Tapi yang jauh-jauh, yang tidak lihat kita secara langsung itu yang kadang membicarakan dan mengungkit-ungkit terus,” ungkapnya.
Namun demikian, bukan hanya cerita yang kurang menyenangkan selama menjalani isolasi. Ia juga mengaku mendapatkan dukungan dari keluarga dan teman. Dirinya juga berusaha berpikir positif jika apa yang dialaminya terdapat hikmah atau pelajaran yang dipetik.
“Mungkin selama ini, kita kurang ada waktu dengan keluarga. Sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Dengan diberikan cobaan ini, akhirnya kita bisa berkumpul walaupun dengan kondisinya seperti itu. Sekaligus saling menguatkan juga,” ungkapnya.
Dukungan juga diperolehnya dari aparat setempat. Aparat kepolisian hingga Wakil Walikota Cirebon, Hj Eti Herawati, bahkan menyempatkan langsung memberikan dukungan dan juga bantuan. “Mungkin kepada siapa pun, harus lebih waspada lagi. Dan yang penting, lakukan 3M,” pungkasnya. (awr)