Haris kembali mengatakan, kasus yang sedang ditangani BK DPRD Kuningan ini, rawan di-PTUN-kan, apabila tidak mengacu kepada tata cara persidangan kode etik. Alasannya, karena saat belum ada persidangan, Ketua BK sudah menjustice bahwa Nuzul akan turun.
“Polisi saja ketika akan menetapkan tersangka, itu harus dibuktikan oleh tiga alat bukti, saksi, tersangka, dan bukti-bukti. Kok ini langsung menjustice. Ini berbahaya. BK sudah melanggar kode etik, karena sudah mendahului memvonis. Keliru itu para hakim BK,” tegas Haris.
“Orang belum disidangkan kok sudah menjustice akan diturunkan. Itu dasarnya dari mana? Mestinya diverifikasi satu per satu, ada berapa jumlah laporan, dikonfirmasi, uji materiil, dan sebagainya,” imbuhnya.
Masih menurut Haris, juga ada lagi kekeliruan BK. Ketika sejumlah jurnalis dijadikan saksi, seharusnya ada izin dulu dari lembaga. Meskipun berita acara pemeriksaan sejumlah jurnalis telah dicabut oleh BK, menurut Haris, BK sudah keliru.
“Ada lagi yang keliru, LBH NU melaporkan, sedangkan yang saya tahu, Ketua NU-nya saja, Pak Kiai Aam tidak menyuruh. Itu tidak ada, padahal NU itu lembaga. Coba saja cek, apakah ada surat kuasa dari NU untuk LBH NU melaporkan Nuzul Rachdy ke BK?” ucap Haris.
“Itu kan harusnya dikonfrontir, diverifikasi, baik oleh si pelapor dan terlapor. Jadi, jangan dulu menjustice, buktikan dulu unsur-unsurnya, supaya menguatkan putusan, biar putusan BK itu tidak keliru atau sumir,” tambahnya.
Kendati demikian, dalam proses ini, kata Haris, semua harus memberikan kepercayaan kepada BK agar dalam menjalankan tugasnya berlangsung dengan baik. Yang jelas, kata dia, BK tidak boleh bekerja dalam tekanan, yang nantinya akan membuat kualitas pengambilan keputusan menjadi tidak bernilai.
“Dengan kualitas keputusan BK dalam tekanan, tentunya akan menimbulkan persoalan baru lagi nantinya,” kata Haris.
Dalam teori pengambilan keputusan, masih kata Haris, harus memenuhi unsur dan syarat. Di antaranya harus berbasis data yang objektif, harus memiliki nilai/kaidah yang mengedepankan kepada nilai manfaat lebih luas, harus berbasis landasan keilmuan dan tidak boleh ada kepentingan tertentu, harus mempunyai jangkauan manfaat jauh ke depan, dan tidak boleh memecah belah persatuan dan kesatuan.