CIREBON – Kebijakan pembatasan jam operasional usaha (jam malam) di Kota Cirebon, akan ditinjau ulang. Walikota Cirebon Drs H Nashrudin Azis SH bakal mencabut aturan tersebut, tapi mesti didahului dengan kesanggupan dari seluruh pelaku usaha untuk menjadi agen penerapan protokol kesehatan di masing-masing tempat usahanya.
“Besok akan kita panggil seluruh pelaku usaha, untuk pertemuan dan membuat gentlemen agreement dengan Satgas Covid, yang berisi bahwa mereka siap menjadi agen penerapan protokol kesehatan di tempat usahanya. Baru kita buat surat pencabutan edaran sebelumnya tentang pembatasan,” ujar Azis, Senin (26/10).
Menurutnya, pencabutan kebijakan jam malam ini terpaksa diambil, lantaran dalam penerapannya sangat berimbas pada sektor perekonomian. Banyak rezeki para pedagang yang dibatasi jam usahanya, justru berpindah ke daerah tetangga.
Terbukti, selama beberapa malam ketika kebijakan tersebut berlaku, banyak warga Kota Cirebon juga yang mencari kebutuhan sekundernya ke daerah Tuparev dan kawasan daerah perbatasan yang terdekat. Hal ini, juga berimbas pada potensi pendapatan asli daerah (PAD) juga yang menurun.
“Dengan kebijakan yang baru ini, kita akan coba bangkitkan lagi kestabilan ekonomi untuk mengembalikan PAD. Dengan begitu, Pemkot bisa membelanjakan untuk keperluan pencegahan dan pengobatan. Karena Covid-19 ini sesuai prediksi para ahli, selesainya masih lama,” jelas Azis.
Terkait penandatanganan kesiapan para pelaku usaha tersebut, Azis mengaku mulai besok akan terjun langsung ke lapangan memantau penerapannya oleh para pelaku usaha tersebut. Jika ditemukan melanggar, akan langsung diberikan sanksi tegas berupa penutupan, hingga peninjauan kembai izin usahanya.
“Kita tidak membuat rugi pengusaha yang tertib dan membantu tugas satgas. Tapi bagi yang tidak mau bekerja sama, akan diberikan sanksi tegas. Akan ditutup, pencabutan izin, dan lain sebagainya,” tegasnya.
Oleh sebab itu, sebelum aturan pencabutan kebijakan jam malam ini diberlakukan, dia meminta upaya maksimal mengajak pelaku usaha. Berperan menjadi agen penerapan protokol kesehatan. Kalau tidak melaksanakan, mereka siap menerima sanksinya. Merujuk kepada aturan lebih tinggi.
“Ini sudah jatuh pada sebuah keputusan yang tidak hanya dilandasi aturan, tapi disertai dengan perasaan. Artinya, kalau mereka tidak mematuhi aturan untuk menerapkan protokol kesehatan, berarti para pengusaha itu sudah tidak punya perasaan untuk ikut membantu masyarakat terhindar dari penularan Covid-19,” imbuhnya.