Dari Sidang Kasus Ujaran Kebencian dan Penghinaan Ulama di Cirebon

sidang-penistaan-ulama-cirebon
PERSIDANGAN: Suasana sidang Kasus Ujaran Kebencian dan Penghinaan Ulama di Pengadilan Negeri (PN) Kota Cirebon berlangsung lancar, Rabu (4/11). FOTO: OKRI RIYANA/RADAR CIREBON
0 Komentar

Pada frame sebelah kanan paling bawah, tampak sosok seseorang mengenakan kemeja batik dan peci putih. Banyak yang tidak menyangka kalau sosok yang ditampilkan tersebut ternyata adalah terdakwa pelaku tindak pidana yang duduk di kursi pesakitan.
Para saksi dan hadirin sidang, baru mengetahui ketika Hakim Ketua Aryo Widyatmoko di tengah jalannya persidangan sempat bahwa terdakwa saat ini sudah mualaf. “Pada saat sidang pertama, kami majelis hakim wajib memeriksa identitas terdakwa, kami tanya nama, pekerjaan, dan agama, lalu dia menjawab Agamanya Islam,” ujarnya.
Kemudian, pihaknya bertanya kembali bahwa di kartu identitas yang diserahkan oleh JPU, agama terdakwa yang tertera di kolom kartu identitas itu Kristen. Ternyata, pengakuan terdakwa sudah mengucapkan dua kalimat Syahadat sekitar dua minggu sebelum sidang perdana itu.
“Dia mengaku memang ketika melakukan perbuatanya, agamanya masih non Islam. kalau dihitung sampai sekarang, kira-kira terdakwa sudah tiga minggu menjadi mualaf. Tapi, itu diluar konteks persidangan ini. Sidang akan tetap kita lanjutkan senin 9 november mendatang,” bebernya.
Saksi Abdul Syakur usai persidangan bercerita, saat memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, dia tidak tahu yang mana sososk terdakwa. Karena hanya ditampilkan di layar, dengan beberapa frame yang kecil-kecil.
“Saya juga nggak hafal, siapa yang pake peci itu. Baru tahu setelah dijelaskan pa hakim. Tapi, alhamdulillah, mungkin dia dapat hidayah saat berada di tahanan. Kita berharap dia juga menjadi muslim sepenuhnya, mau belajar mengamalkan ajaran agama Islam,” ujar ustad asal pesantren Benda Kerep ini.
Meski demikian, hal ini tentunya tidak menggugurkan proses hukum yang tengah berjalan, karena mesti ditegakan secara adil, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bahkan, dengan menjalani masa hukuman atas perbuatannya di rutan maupun kelak di Lapas, bisa dimanfaatkan terdakwa untuk terus mendalami ajaran agama Islam. “Salah satu contohnya, ada mualaf yang ketika menjalani hukuman terpidana korupsi, sekarang sudah hafal 15 Juz,” harapnya. (*)

0 Komentar