Korsel Tak Mempan Pembatasan SosialSEOUL – Pemerintah Korea Selatan memerintahkan penutupan sekolah di Ibu Kota Seoul dan sekitarnya mulai Selasa (15/12), seiring dengan lonjakan kasus Covid-19 yang memunculkan kondisi terburuk melebihi puncak wabah di negara itu pada Februari lalu.
Sekolah di wilayah ibu kota akan beralih ke pembelajaran secara daring hingga akhir bulan ini, demi meningkatkan upaya pembatasan jarak sosial yang sejauh ini justru tak berhasil membalikkan keadaan infeksi tinggi tersebut.
Penutupan sekolah itu merupakan suatu langkah menuju penerapan aturan pembatasan jarak sosial fase III–yang diperkirakan akan membuat Korea Selatan menutup negaranya. Di bawah aturan karantina wilayah fase III, hanya pekerja sektor esensial yang diizinkan bekerja di kantor dan pertemuan sosial dibatasi untuk kurang dari sepuluh orang.
Perdana Menteri Chung Sye-kyun menyebut bahwa langkah seperti itu memerlukan kajian yang teliti, mengingat pemerintah juga mendapatkan tekanan agar melakukan langkah lainnya untuk menghentikan kenaikan kasus.
“Pemerintah tidak akan ragu mengambil keputusan untuk naik ke fase III jika memang hal itu dianggap perlu, karena harus pula mempertimbangkan opini dari kementerian yang terkait, pemerintah daerah, serta para pakar,” kata Chung dalam sebuah rapat dengan pejabat kesehatan, dikutip dari transkrip resmi.
Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea Selatan (KCDA) pada Senin mencatat sebanyak 718 kasus baru Covid-19, turun dari rekor pertambahan harian sebesar 1.030 di hari sebelumnya. Dari kasus baru tersebut, sebanyak 682 di antaranya adalah penularan lokal.
Jumlah kasus infeksi hingga saat ini mencapai 43.484 kasus dengan 587 kematian.
Sebagian besar kasus baru muncul di Seoul, Incheon, dan Provinsi Gyeonggi, yang total penduduknya mencapai 25 juta jiwa. Pemerintah Korea Selatan telah menjalankan upaya penelusuran yang masif dengan melibatkan ratusan tentara, polisi, dan petugas berwenang lainnya untuk menelusuri pembawa virus. Namun sejumlah ahli mengatakan bahwa pemerintah dan publik harus melakukan hal yang lebih.
“Ini adalah waktunya untuk mengirimkan pesan yang berdampak bagi publik, sehingga mereka mau beraksi secara sukarela,” ujar Kim Dong-hyun, Presiden Kelompok Epidemiologi Korea Selatan dan juga profesor di Kampus Kedokteran Universitas Hallym. (ant/dil/jpnn)