Alhasil, kebijakan tersebut menyebabkan negara-negara pengekspor limbah utama dunia seperti Amerika Serikat, Australia, dan negara di Eropa akan memilih negara di Asia Tenggara yaitu Indonesia, Thailand, dan Vietnam, untuk tujuan baru ekspor limbah mereka.
Akan tetapi, tiga negara tersebut dengan cepat menjadi kewalahan dengan volume sampah yang diterima dari negara-negara tersebut hingga mulai menerapkan larangan dan pembatasan atas impor limbah.
“Pemerintah tidak dapat mengimpor limbah umum dan limbah beracun yang berbahaya dari luar negeri karena undang-undang melarang negara untuk melakukannya,” kata Direktur pengelolaan limbah padat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Novrizal Tahar.
“Undang-undang hanya mengizinkan impor bahan limbah yang dapat didaur ulang, dengan pengotor maksimum pada bahan bekas impor dibatasi pada 2 persen,” sambungnya.
Novrizal mengatakan, bahwa pemerintah Indonesia menargetkan industri plastik dalam negeri dapat memproduksi bahan bekas sendiri tanpa harus mengimpor dari tempat lain pada tahun 2026. Sementara tujuan yang sama untuk industri kertas akan tercapai pada tahun 2030.
“Tapi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada ekosistem yang harus disiapkan, sampah bisa ditambah, masyarakat juga harus didorong untuk memilah sampah,” pungkasnya. (der/fin)