Pemerintah pusat dan daerah, katanya, memiliki kendala regulasi dan perizinan. Dan sistem AKB itu sampai saat ini mencoba terus dilakukan. Namun disadari belum terlaksana dengan baik. “Mungkin karena pembiaran atau pemakluman,” sebut Fariz.
Sehingga, stakeholder terkait memilki porsi masing-masing. Misalnya TNI dan Polri atau Satpol PP yang bertugas di lapangan. Yaitu berkaitan dengan pemberian izin. Kalau masyarakat tidak bisa melakukan AKB, akan diberi pendampingan dari pemerintah pada saat pelaksanaannya. Misalnya dengan memberikan APD atau pengawasan kerumunan. “Saya pikir masalah ini tidak harus berlarut-larut. Tapi harus dicari solusinya,” ucapnya.
Fariz menambahkan, semua harus didasari regulasi yang jelas. Terkait kendali dan lain-lain disesuaikan dengan bidang masing-masing stakeholder. “PSBB sektoral. Melakukan kegiatan atau aktivitas tetapi sesuai dengan kaidah AKB,” ucapnya.
Namun disadari, tak ada yang bisa menjamin dengan solusi itu permasalahan akan selesai. Tetapi setidaknya, itu sebagai jalan tengah.
Kemudian soal herd immunity, lanjutnya, akan terbentuk melihat tingkat kesembuhan di atas 70 persen. Herd immunity adalah kondisi ketika sebagian besar orang dalam suatu kelompok telah memiliki kekebalan terhadap penyakit infeksi tertentu. Dalam hal ini Covid-19. Di Indonesia, tingkat kesembuhan sudah di atas 70 persen. Atau sekitar 85 persen.
“Sebetulnya bukan hanya herd immunity yang sudah muncul. Artinya, penanganan kesehatan juga sudah baik,” katanya.
Selain penanganan kesehatan, kata Fariz, Indonesia menerapkan herd immunity alami. Artinya, tanpa adanya bantuan kekebalan tubuh lain. Misalnya vaksin. Herd immunity itu dilihat sebagai sesuatu yang mengandung arti sarkasme. “Artinya, seperti dibiarkan begitu saja tidak ada penanganan. Herd immunity alami ini maknanya cukup sarkasme. Apalagi bicara wabah,” bebernya.
Tapi akan lebih baik jika herd immunity itu disertai vaksin. Itu dianggap sebagai upaya yang preventif dan promotif. Juga terkait vaksin dianggap sebagai salah satu protokol dari kesehatan. Ditegaskan, kalau vaksin itu bukanlah obat. Tapi untuk pencegahan. “Selain vaksin tetap melaksanakan 3M,” jelasnya.
Dikatakan, vaksin itu penting namun tidak boleh terburu-buru. Vaksin diberikan terhadap mereka yang sehat. Jangan sampai yang sehat itu justru mengalami efek samping yang berlebih. Dan mengalami kondisi yang tidak diharapkan. “Vaksin harus memenuhi dua syarat. Pertama efektifitas yang bagus dan aman,” bebernya.