Pertengahan 2021 Ditarget Bisa Beroperasi Setengahnya
KESAMBI – Satu tahun lebih keberadaan 10 unit bus rapid transit (BRT) bantuan dari Kementerian Perhubungan RI terparkir di halaman kantor Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Cirebon. Serangkaian upaya telah dilakukan Pemkot Cirebon di awal tahun 2020 agar bus tersebut dapat beroperasi. Namun, faktor pandemi menjadi alasan upaya tersebut sempat terhenti.
Sudah tiga kali pergantian kepala dinas, armada BRT masih belum beroperasi. Di masa kepala dishub yang sekarang, Drs Andi Armawan, punya harapan jika BRT dapat segera dioperasikan pada pertengahan 2021. Walaupun upayanya cukup terjal, paling tidak setengah dari jumlah BRT yang dihibahkan Kemenhub tersebut dapat segera beroprasi.
Hal ini juga dilakukan untuk mengatasi kekhawatiran. Jika ke depannya, Kemenhub sang pemberi hibah menaruh preseden buruk, manakala telah memberikan bantuan yang tidak sedikit nilainya itu, tapi tidak dapat digunakan dengan maksimal oleh Pemkot Cirebon selaku penerima.
Pelimpahan BRT sendiri, sejauh ini baru sebatas dibuatkan berita acara serah terima operasional, sehingga status dari armada-armada tersebut perlu diperjelas agar bisa digunakan penuh oleh Pemkot Cirebon untuk melayani moda transportasi masal yang modern. Sehingga menunjang terwujudnya Cirebon Smart City.
Belum lagi, persoalan pengelolaan BRT yang telah ditugaskan oleh walikota Cirebon kepada PD Pembangunan, nampaknya belum bisa melangkah ke progres lebih jauh. Di sisi lain, kajian teknis berupa rencana rute, skema tarif atau ticketing, serta pengadaan sarana prasarana lainnya, juga perlu penyempurnaan lagi.
Andi Armawan mengatakan, belum dioperasionalkannya armada BRT, memang menjadi salah satu fokus pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, sejak dirinya menjabat sebagai kadishub beberapa bulan lalu. “Harapan saya pertengahan tahun ini sudah bisa on. Minimal setengah dari jumlah yang ada,” ujarnya kepada wartawan, Senin (4/1).
Menurutnya, untuk proses dapat dioperasionalkannya sepuluh BRT, ada regulasi yang memang harus ditempuh olehnya. Termasuk pengelolaan BRT harus dikelola pihak swasta ataupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Selain itu, administrasi BRT dari segi identitas pun harus dilakukan. Sebab, sepuluh BRT ini dari pemerintah pusat belum diberikan identitas yang pasti. Seperti penomoran, dan yang lainnya. Sehingga, pihaknya tengah menempuh upaya agar persoalan legalitas identitas ini harus jadi prioritas terlebih dahulu sebelum melangkah ke operasional.
Identitas BRT Belum Jelas

