Benci Produk Asing, tapi Impor Beras

Benci Produk Asing, tapi Impor Beras
PUPUK  SUBSIDI: Petani di Kabupaten Indramayu masih banyak yang belum menikmati pupuk bersubsidi. Petani berharap ada kebijakan pemerintah yang berpihak kepada mereka. UTOYO PRIE ACHDI/RADAR INDRAMAYU
0 Komentar

Di sisi lain, kata dia, pemerintah tengah menggenjot produksi pangan dengan beragam cara. Di antaranya pembangunan waduk, cetak sawah, hingga membangun lumbung pangan atau Food Estate. Nah, hal ini akan membuat publik bertanya-tanya hasil dari pembangunan tersebut, apalagi pemerintah menggelontorkan dana yang tidak sedikit. “Sebaiknya presiden memanggil para menteri untuk mengevaluasi kebijakan ini. Apalagi timingnya sedang panen raya,” tuturnya.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas berpendapat, keran impor beras yang dibuka pemerintah tidak masuk akal. Ini karena beras tersebut hanya bertahan selama enam bulan. “Impor 1 juta ton-1,5 juta ton terus mau dikemanakan. Ke mana kalau sudah diimpor, mau dibuang lagi? Karena umur beras sudah enam bulan tidak layak konsumsi,” ujarnya.
Selain itu, beras impor akan menekan harga beras semakin jatuh di pasaran. Oleh karena itu, dia meminta pemerintah untuk membatalkan keputusan impor tersebut. Keputusan impor sebaiknya setelah melihat data produksi pada Agustus mendatang. “Meski beras belum masuk, tapi akan menekan harga (beras di pasaran). Seharusnya temen-temen di pemerintah pahamlah,”’ ucapnya.
Terpisah, Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Slamet, mempertanyakan program Food Estate yang telah digembar-gemborkan pemerintah. Hal ini menyusul rencana impor 1 juta ton beras yang akan dilakukan pada tahun ini. “Pemerintah harus bertanggung jawab dan transparan atas program Food Estate,” kata Slamet, Minggu, (7/3).
Legislator asal Sukabumi ini meminta pemerintah terbuka soal perkembangan Food Estate. Pasalnya, rencana impor 1 juta ton beras dinilai kontradiktif dengan wacana Menteri Pertahanan Prabowo yang  menyebut Food Estate menggunakan sistem pertanian presisi sehingga bisa menghasilkan 3 hingga 4 kali lebih banyak (sekira 17 ton per hektar) produk ketimbang dengan penggunaan teknologi biasa. “Sampaikan kepada publik tingkat keberhasilan dari program ini,” tegas Slamet.
“Pemerintah sudah memulai proyek Food Estate seluas 165 ribu hektar di berbagai lokasi. Artinya pemerintah bisa memberi tambahan hasil panen di luar hasil panen petani biasanya, dengan hitungan, 165 ribu hektar dikali 17 ton, maka seharusnya ada 2,8 juta ton tahun ini.  Lalu untuk apa lagi impor 1 juta ton?,” tanya Slamet.

0 Komentar