CIREBON – Angkutan kota (angkot) sebagai moda transportasi umum di Kota Cirebon tengah sekarat. Dari 15 jalur yang beroprasi di Kota Cirebon, saat ini sudah dua tidak beroperasi. Itu karena tidak ada pengusaha yang mau menjalankannya.
Sekretaris DPC Organda Cirebon, Karsono SH MH menjelaskan, kondisi angkot ibarat hidup segan mati tak mau. Beberapa tahun lalu, pihaknya mencatat, jumlah angkot masih ada 1.300 unit dari jalur D1-D10 serta lima jalur lintas kota GP, GG, GC, GS, dan GM.
“Saat ini, kita perkirakan, yang masih beroperasi hanya 30 persennya. 70 persen sudah dikandangkan oleh pemiliknya, dipindahtangankan, ada juga yang unitnya dijual untuk dijadikan mobil odong-odong,” ujar Karsono kepada wartawan, kemarin (16/3).
Sedangkan dua jalur angkot yang sudah tidak lagi beroperasi adalah jalur D9 dan D10. Satu lagi yang terancam mati adalah jalur angkot D1. Armada D1 yang masih jalan usia kendaraannya sudah lebih dari 15 tahun, bahkan ada di bawah tahun 2000-an.
Menurutnya, penghasilan angkot yang terus turun dari waktu ke waktu, tidak ada peningkatan fasilitas peremajaan. Banyak yang usianya sudah melebihi batas toleransi yang dipersyaratka, di kisaran 10-15 tahun. “Bayangkan, mobil buatan di bawah tahun 2004 masih ada. Bahkan angkot D1 masih ada di bawah tahun 2000. Mungkin di jalur lain, jalur GP, GG, karena jalur lintas butuh mobil yang sehat, tapi tetap saja tidak layak,” ujarnya.
Karena menurutnya, bagi pengusaha, memelihara mobil tua tidak visibel karena akan dirongrong biaya perawatan. Apalagi saat ini tidak ada finance yang bersedia membiayai kredit kendaraan angkutan.
“Jangankan disuntik mati, nanti juga pada waktunya mati sendiri. Harapan terakhir angkot, andalannya adalah anak sekolah dan mahasiswa. Walaupun tarifnya lebih rendah, tapi karena rutin bisa nutup bahan bakar. Setahun ini sekolah diliburkan, sangat berpengaruh,” ujarnya.
Dia menilai, untuk perampingan jumlah trayek juga bukan kebijakan yang efektif, bahkan bisa menambah cost. Sehingga, dengan dibiarkan saja pun, jalur angkot lama kelamaan akan berkurang sendiri.
Dia menyarankan, jika pemerintah punya dana lebih, lebih baik angkot semua dilelang. Angkutannya diganti sama BRT semua. Dengan kondisi mobil yang lebih muda, fasilitas lebih, nyaman pelayanan ke konsumen, lalu lintas lebih tertib. Tapi sediakan dulu anggaran PSO (public service obligation) untuk menyubsidi cost BRT. (azs)