Sekretaris DPC Organda Cirebon Karsono SH MH mengatakan kondisi angkot ibarat hidup segan mati tak mau. Beberapa tahun lalu, pihaknya mencatat jumlah angkot masih ada 1.300 unit dari jalur D1-D10 serta lima jalur lintas kota GP, GG, GC, GS, dan GM. “Saat ini, kita perkirakan yang masih beroperasi hanya 30 persennya. 70 persen dikandangkan pemiliknya, dipindahtangankan. Ada juga yang unitnya terpaksa dijual untuk dijadikan mobil odong-odong,” ujar Karsono.
Dua jalur angkot yang sudah tak lagi beroperasi adalah jalur D9 dan D10. Satu lagi yang terancam mati adalah jalur angkot D1. Armada D1 yang masih jalan usia kendaraannya sudah lebih dari 15 tahun. Bahkan ada di bawah tahun 2000-an.
Menurutnya, penghasilan angkot yang terus turun dari waktu ke waktu, tidak ada peningkatan fasilitas peremajaan. Banyak yang usianya sudah melebihi batas toleransi yang dipersyaratkan, di kisaran 10-15 tahun. “Bayangkan, mobil buatan di bawah tahun 2004 masih ada. Bahkan angkot D1 masih ada di bawah tahun 2000. Mungkin di jalur lain, jalur GP, GG, karena jalur lintas butuh mobil yang sehat, tapi tetap saja tidak layak,” ujarnya.
Bagi pengusaha, kata Karsono, memelihara mobil tua tak visibel karena akan dirongrong biaya perawatan. Apalagi saat ini tidak ada finance yang bersedia membiayai kredit kendaraan angkutan. “Gak disuntik mati, nanti juga pada waktunya mati sendiri. Harapan terakhir angkot andalannya adalah anak sekolah dan mahasiswa. Walaupun tarifnya lebih rendah, tapi karena rutin bisa nutup bahan bakar. Setahun ini sekolah diliburkan, sangat berpengaruh,” ujarnya.
Dia menilai, untuk perampingan jumlah trayek juga bukan kebijakan yang efektif. Bahkan bisa menambah cost. Sehingga, dengan dibiarkan saja pun, jalur angkot lama kelamaan akan berkurang sendiri. “Intinya harus ada perubahan. Harus ada solusi bersama-sama,” tandas Karsono. (awr/azs)