Lewat Paripurna, Rekomendasikan Sistem Sewa
KEJAKSAN – Permohonan hibah lahan milik Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon kepada Yayasan Pendidikan Swadaya Gunung Jati (YPSGJ) diputuskan oleh DPRD Kota Cirebon. DPRD menyimpulan bahwa lahan tersebut tidak dapat dipindahtangankan atau tidak dapat dihibahkan.
Keputusan tersebut diambil secara mufakat dalam forum rapat paripurna DPRD Kota Cirebon, Senin (5/4). Forum rapat paripurna menyepakati keputusan DPRD atas permohonan hibah lahan seluas 10.300 meter persegi dengan dua poin rekomendasi. Pertama, barang milik daerah seluas 10.300 meter persegi eks aset Pertamina, tidak dapat dipindahtangankan atau tidak dapat dihibahkan.
Kedua, atas tanah yang telah digunakan oleh YPSGJ seluas 10.300 meter persegi, untuk selanjutnya agar Pemkot Cirebon melaksanakan sesuai dengan apa yang disarankan Kemendagri dengan mekanisme pemanfaatan. Yakni dengan bentuk sewa dan asetnya tetap menjadi milik Pemkot Cirebon.
Dalam jalannya rapat paripurna tersebut, pengambilan keputusan hampir saja dilakukan dengan cara voting. Yaitu saat salah satu anggota DPRD, Cicip Awaludin, menginterupsi agar hasil keputusan DPRD menyikapi permohonan walikota atas hibah lahan dibuat lebih jelas dan spesifik dengan opsi menyetujui atau menolak. Namun, usulan tersebut dimentahkan oleh mayoritas anggota DPRD lainnya. Bahwa, dua poin rekomendasi yang diputuskan dari hasil kerja panitia khusus (pansus) tersebut telah merepresentasikan jika sikap DPRD sama saja dengan menolak atau tidak menyetujui pernohonan hibah lahan.
Mendapat respons demikian, politisi PDI Perjuangan tersebur walkout. Namun, hal ini tidak memengaruhi jalannya pengambilan keputusan DPRD dengan suara bulat dan mufakat. Sebanyak 29 anggota DPRD yang masih berada di ruangan Griya Sawala kemarin, menyetujui dua poin rekomendasi tersebut.
Ketua Pansus Hibah DPRD Kota Cirebon, Edi Suripno SIP MSi menjelaskan, putusan yang diambil merupakan kesepakatan antara anggota pansus dan seluruh fraksi. Namun, kata dia, dalam putusan yang dihasilkan, dikemas lebih santun, tanpa menghilangkan subtansinya.
“Sebetulnya, substansinya sama, hanya bahasa sebenarnya antara tidak menyetujui dengan ditolak, tapi artinya sama,” ujarnya.
Disinggung tidak sinkron sesama fraksi, Edi menganggap, hal tersebut hanya dinamika dan wajar dalam setiap pengambilan keputusan. Adanya perbedaan, bagi dia, merupakan sebuah dinamika politik yang harus disikapi dengan bijak.
Tok, DPRD Tolak Hibah!

