CIREBON – Fluktuasi peredaran uang palsu (upal) di wilayah Ciayumajakuning terjadi pada momen-momen tertentu. Peredaran upal paling banyak ditemukan pada momen hari raya keagamaan dan pesta demokrasi. Modus peredaran, tempat, dan waktunya pun berbeda-beda. Mmisalnya di pasar tradisional dan dini hari, merupakan waktu yang rawan peredaran upal.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Cirebon, Bakti Artanta menuturkan, jumlah peredaran uang palsu (upal) di Wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan, terus menurun. Selain menindak tegas para pelaku, KPw BI Cirebon bersama Kepolisian terus berupaya melakukan pencegahan dengan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat.
Dari data hingga saat ini, temuan upal di 2018 sebanyak 5.284 lembar, menurun di 2019 menjadi 4.711 lembar, kemudian menurun kembali di 2020 menjadi 3.158 lembar. “Saat ini, di tahun 2021 hingga 20 April, upal yang ditemukan sebanyak 930 lembar,” jelasnya.
Temuan upal ini berasal dari pengolahan mesin dan permintaan klarifikasi dari perbankan dan masyarakat. Pihaknya bersama institusi Polri, berkomitmen terus memberantas peredaran yang palsu hingga tuntas.
Selain itu, edukasi kepada masyarakat mengenai pengenalan uang palsu dan uang asli, terus dilakukan. “Kami berkomitmen untuk meningkatkan koordinasi dengan penegak hukum, akan memberikan sanksi semaksimal mungkin pada para pelaku. Kami juga akan memberikan lebih banyak lagi media-media edukasi untuk mencegah peredaran upal,” paparnya.
Adapun uang yang kerap dipalsukan adalah pecahan Rp100 ribu dan Rp50 ribu. Pihaknya pun terus mengedukasi masyarakat untuk mengenali keaslian uang dengan program Ciri Keaslian Uang Rupiah (CIKUR). “Kami terus mengimbau kepada masyarakat untuk bisa mengenali keaslian uang rupiah,” tukasnya. (apr)