Wisata Religi Keraton Kasepuhan sudah dua hari buka melayani pengunjung pada Kamis (26/8). Sehari setelah insiden pelemparan batu suasana dari dalam terpantau kondusif –setidaknya bagi pengunjung.ADE GUSTIANA, CirebonWISATAWAN yang berkunjung masih bisa dihitung dengan jari. Sejumlah abdi dalem keraton telah bertugas seperti biasa. Sekuriti hingga bagian ticketing tak terlihat nampak sibuk karena sepinya pengunjung.
Personel kepolisian disiagakan tak jauh dari Bangsal Jinem Pangrawit –yang Rabu (25/8) digunakan Sultan Sepuh Aloeda II Rahardjo Djali untuk melantik perangkat pembantunya. Satu mobil Polsek Lemahwungkuk terparkir di sekitar halaman Bangsal Jinem.
Pagi-pagi kemarin, Rahardjo Djali menyibukkan diri berkeliling keraton. Dia mengontrol bangunan keraton –sehari pasca perang batu. Ditemani personel dari Polsek Lemahwungkuk. Katanya, tak ada kerusakan serius. Kejadian kemarin hanya menyebabkan genting dan pot tumbuhan pecah. Dan itu tidak terjadi di Umah Kulon –kediaman Rahardjo.
“Karena serangan (batu kemarin, red) bukan dari orang saya. Itu dari pihak mereka yang menyerang duluan. Tapi kan bisa dihalau,” kata Rahardjo usai mengontrol bangunan keraton.
Kesempatan kemarin Rahardjo sempat berbincang dengan salah seorang wisatawan perempuan. Asal Jakarta. Namanya Cyntia. Dia datang seorang diri. Rahardjo menjelaskan sedikit mengenai bangunan keraton dan menjawab sejumlah pertanyaan dari perempuan berkacamata itu. Kemudian Cyntia lanjut ditemani oleh pemandu wisata menjelajah setiap sudut keraton.
Rupanya Cyntia juga baru mengetahui jika keraton baru dibuka. Dan dia mengaku sangat tertarik dengan arsitektur Keraton Kasepuhan. “Menarik banget, ada peninggalan dari agama hindu, terus kombinasi dengan agama Islam, itu menjadikan arsitektur yang unik sekali,” kata dia yang baru pertama mengunjungi Keraton Kasepuhan.
Masyarakat sekitar, Syaiful Iman, termasuk salah satu yang sangat menyayangkan insiden keributan kemarin. Sudah seharusnya, kata pria yang juga berjualan es di sekitar keraton itu, persoalan tersebut bisa dibicarakan secara kekeluargaan. Bukan dengan kekerasan.
“Kita sebagai warga Cirebon sangat-sangat menyesal atau sangat memalukan lah masalah itu. Setidaknya segala sesuatu itu diselesaikan dengan dirundingkan atau secara kekeluargaan,” sesal warga RT/RW 1/2 Kasepuhan itu, kemarin.