20 Menit untuk Matematika Terlalu Singkat

20 Menit untuk Matematika Terlalu Singkat
0 Komentar

ADA sejumlah evaluasi pada PTM Terbatas hari pertama kemarin (6/9). Salah satunya soal durasi 20 menit untuk masing-masing mata pelaaran. Ternyata untuk pelajaran eksak seperti Matematika dan IPA, waktu 20 menit dinilai terlalu singkat.
Hal itu seperti disampaikan Kepala SMPN 11 Kota Cirebon Kamid SPd MM. Sesuai evaluasi sementara, kata Kamid, durasi 20 menit untuk masing-masing mata pelajaran terlalu singkat untuk mata pelajaran tertentu. Terutama untuk pelajaran eksak seperti Matematika dan IPA.
Baik guru maupun siswa seolah dikejar waktu. Sebab untuk beberapa pelajaran tersebut, memang terkadang memerlukan waktu untuk menelaah dan menguraikan penjelasaanya. Untuk itu, pihaknya akan melakukan evaluasi terkait hal tesebut.
“Tetapi untuk PTM Terbatas ini, kami juga masih memaklumi. Tapi yang terpenting bagi kami, adalah bagaimana siswa menumbuhkan berinteraksi dengan orang lain, pengenalan sosial, budaya dan etika serta moral yang hanya bisa mereka dapatkan dengan interaksi sosial di dalam lingkungan pendidikan,” tandas Kamid kepada Radar.
PTM Terbatas hari pertama kemarin dipantau langsung para petinggi Pemkot Cirebon. Mulai dari Wakil Walikota Dra Hj Eti Herawati, Sekda Drs H Agus Mulyadi MSi, hingga Kepala Disdik Irawan Wahyono.
Sekda Kota Cirebon Agus Mulyadi tampak meninjau PTM di kompleks SDN Kartini, SMPN 1, SMPN 2, MTs Negeri 1, dan SMAN 1. Dalam keterangannya, sekda mengatakan PTM Terbatas hari pertama sudah sesuai dengan apa yang dirapatkan sebelumnya.
“Sesuai dengan apa yang kami sampaikan dalam rapat koordinasi secara virtual dengan sekolah, disdik, dan Kemenag. Swasta ataupun negeri. Beberapa hal sudah disepakati dan dirumuskan oleh tiga stakeholder. Disdik dari tingkat TK hingga SMP, KCD dari SMA-SMK dan SLB, Kemenag itu yang di bawah naungannya, MAN,MTs, dan MI,” tutur sekda.
Untuk teknis pembelajaran dalam masa PPKM Level 3 tersebut, pemkot menyerahkan sepenuhnya kepada masing-masing sekolah guna menentukan pola yang akan digunakan sesuai karakter dan kondisi lingkungan masing-masing sekolah.
“Kita mulai lihat dari sekolah dasar, memang pengaturan secara teknis kita serahkan kepada sekolah. Misal di SDN Kartini ada shifting blended. Kelas rendah (Kelas 1-3, red) pagi dan kelas tinggi (Kelas 4-6, red) agak siang datangnya.  Nanti itu di SD kompleks, pulangnya akan bergantian. Dari sisi alur datang sampai masuk kelas sudah cukup memadai polanya. Mudah-mudahan bisa dipertahankan,” kata Agus.

0 Komentar