JAKARTA- Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2006-2009 Ari Soemarno buka suara soal insiden kebakaran yang terjadi pada Tangki 36 T-102 Kilang RU IV Cilacap pada Sabtu (13/11). Kejadian yang sama juga terjadi sebelumnya pada 11 Juni 2021 di lokasi yang sama, juga pada 29 Maret 2021 pada Tangki Kilang RU VI Balongan, Jawa Barat.
Ari Soemarno menyebut, insiden kebakaran pada fasilitas kilang minyak merupakan persoalan serius yang harus jadi perhatian bersama para pemangku kepentingan. Tidak bisa ditolerir, kejadian yang terjadi tiga kali dalam setahun itu perlu didalami penyebabnya dan dicarikan solusinya.
Meski demikian, ia mengaku sangat tidak setuju dengan opini liar yang menyebutkan bahwa kejadian tersebut merupakan aksi sabotase. “Ini adalah persoalan teknis dan masalah kemampuan operasional kilang dan budaya kerja kilang, kemudian tanggung jawab korporasi, itu yang terjadi,” demikian disampaikan Ari Soemarno kepada Fin.co.id (Radar Cirebon Group) saat dihubungi kemarin.
Ari mensinyalir penyebab dari kebakaran tangki yang berulang di kilang Pertamina karena terjadi degradasi budaya kerja operasional kilang, khususnya terkait dengan aspek keselamatan (safety/K3) dan pemeliharaan. “Di mana tujuan untuk mencapai operational excellence sudah tidak menjadi pegangan lagi,” kata dia.
Maka itu, Ari menyebut terlalu jauh jika persoalan kebakaran dikaitkan dengan aksi sabotase. “Sabotase di mana, kok saya gak percaya itu. Kok orang jahat bener, saya gak percaya argumentasi itu. Saya yakin itu mau cari kambing hitam saja bahwa itu seolah adalah karena faktor dari eksternal Pertamina,” tegasnya.
Ari Soemarno yang telah sekian lama berkecimpung di sektor migas, bahkan di awal karir pernah menjadi operator tangki membagikan pengalamannya. Ia juga begitu memahami bahwa seluruh fasilitas kilang Pertamina telah dilengkapi dengan teknologi penangkal petir.
Sehingga meski petir menyambar ke sebuah tangki, seharusnya tidak akan menyebabkan kebakaran jika tidak ada faktor teknis lainnya yang menjadi pemicu. “Saya melihat kemungkinannya ada kebocoran dari atap floating roof-nya terlebih dahulu, akibat sealing antara floating dan dinding tangki ada kerusakan (hal yang umum bisa terjadi pada floating roof tank, sehingga uap ex Pertalite keluar ke udara di daerah atap tangki (model tangkinya sama seperti yang terbakar di Balongan bulan Maret lalu),” tuturnya.