Jasa “orang pintar” masih dibutuhkan masyarakat Pesisir Utara Jawa (Pantura). Khususnya Cirebon. Terlebih menjelang/saat pemilihan kuwu (pilwu) Minggu kemarin (21/11). Tradisi tarung damar penuh nuansa magis marak sebelum hari pencoblosan. Sesama “orang pintar” saling adu kuat.ADE GUSTIANA, Cirebon
DAMAR adalah media penerangan tradisional. Sering dimanfaatkan warga desa sebelum listrik merata di Indonesia seperti sekarang. Bahan bakarnya minyak tanah.
Api menyala pada ujung sumbunya. Damar umumnya terbuat dari kaleng. Ukurannya nyaris sama dengan cangkir gelas kopi. Tapi khusus untuk pilwu sengaja dibuat lebih besar. Pun dengan nyala apinya.
Ritual diawali dengan nunggu damar. Dimulai saat matahari terbenam. Terus berlanjut hingga beres pemilihan, esok harinya. Suasana pandemi sedikit-banyak mempengaruhi rukun tradisi tersebut. Misalnya –sebelum Covid-19- nunggu atau tarung damar ini dilakukan di kantor desa setempat. Tapi tahun ini diminimalisir.
Karena berpotensi menimbulkan kerumunan. Dikhawatirkan para pendukung mereka bergumul. Atau masyarakat yang sekadar ingin tahu ritual tersebut. Sehingga ritual banyak dialihkan di rumah masing-masing calwu. Tapi di antaranya masih ada yang melakukan di kantor desa. Seperti yang terpantau di Desa Kertasura, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon, Jumat malam (20/11).
“Orang pintar” kepercayaan masing-masing calon itu unjuk kekuatan magis dalam satu atap di kantor desa. Bau kemenyan semerbak hingga lingkungan di sekitar. Kemenyan-kemenyan itu dibakar.
Mulut-mulut “orang pintar” komat-kamit. Mereka berpakaian serba hitam dan serba putih. Sementara kursi masing-masing calon kuwu ditempatkan di posisi paling depan dari kegiatan ritual.
Tokoh masyarakat wilayah utara Cirebon, H Sulama Hadi menuturkan bahwa budaya nunggu/tarung damar atau bakar kemenyan sudah ada sejak dulu. Dilakukan sehari sebelum pilwu. Yaitu berkaitan dengan kepercayaan siapa yang akan terpilih menduduki kursi orang nomor satu di desa tersebut.
“Calon kuwu yang menang dan kalah sudah bisa diprediksi dari nyala api di dupa kemenyan saat tarung damar. Yang menang, nyala apinya lebih besar daripada yang lain,” ungkap Sulama, kemarin.
Dia menambahkan, ritual itu dipercaya bisa menarik simpati masyarakat dalam pilwu. Para “orang pintar”, katanya, melakukan perang batin. Hanya saja tak kasat mata. “Hanya bisa diketahui orang-orang tertentu,” imbuh Sulama.