Sementara rumah salah seorang calon kuwu di Desa Gintungranjeng, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, terdengar bising sendiri di hari pemilihan (21/11). Bukan dari suara kendaraan. Tapi perkakas bekas yang sengaja dibunyikan. Oleh ibu-ibu. Entah apa maksudnya.
Tapi konon, itu juga sudah menjadi tradisi. Adalah rumah calon kuwu nomor urut dua: Hj Nani Maryani. Letaknya persis di sisi ruas jalan utama di desa itu. Sehingga cukup menyita perhatian tiap pengendara yang melintas. Mereka menoleh. Tak jarang lalu berhenti. Sekadar memastikan sumber suara bunyi-bunyian tersebut.
Suara yang dihasilkan tak karuan. Cenderung terdengar seperti obrog ketika membangunkan orang sahur saat Ramadan. Para perempuan usia matang dan sejumlah anak-anak itu asal pukul. Benda-benda bekas jadi sasaran.
Mayoritas perabotan rumah tangga. Seperti ember, wajan serta benda lain dari stainless. Alat memukulnya pun seadanya. Ada yang pakai sendok dan garpu hingga kayu. Beberapa ada yang menggerak-gerakan nampan. Di atas nampan itu ada beras, kacang hijau dan hasil bumi lainnya. Hingga berhamburan ke lantai karena saking seringnya digoyangkan.
Masih di halaman rumah calon kuwu perempuan itu, ada tiga ekor ayam jago. Masing-masing dipisah kandang. Semerbak bau kemenyan juga tercium di sekitar area tersebut. Tim sukses, pendukung, hingga keluarga berkumpul di rumah masing-masing calon kuwu.
Sejak pagi hingga malam, masyarakat Gintungranjeng terbawa euphoria pemilihan kuwu. Suasana terpantau kondusif. Desa yang berbatasan dengan Desa Babakan ini, memiliki tiga calwu. Nani adalah calwu perempuan satu-satunya. Suara dia paling tinggi dibanding dua calwu lainnya.
“Tradisi (membunyikan perkakas dan lain-lain, red) memiliki arti dan kepercayaan tersendiri. Sudah dari dulu dan turun-temurun,” kata Hamdan, warga setempat. (*)