Di masanya, Bupati Cirebon almarhum Dedi Supardi, kata Subardi, juga tak sejalan dengan rencana perluasan wilayah Kota Cirebon yang mencakup enam kecamatan di Kabupaten Cirebon tersebut. Pembicaraan perluasan wilayah itu, sambung eks walikota Cirebon dua periode ini (2003-2013), bermula dari pembicaraan asosiasi ketua dewan. Yang tak melulu membahas pembentukan Provinsi Cirebon. “Saya paling ego ketika itu. Saya tidak mau ada Provinsi Cirebon sebelum luas wilayah Kota Cirebon bertambah,” ungkap Subardi.
Subardi tak ingin Kota Cirebon tersisihkan di antara empat kabupaten lain (Cirebon, Kuningan, Majalengka, Indramayu). Karena empat wilayah itu memiliki SDA dan SDM yang mumpuni. Sedangkan SDA Kota Cirebon tak banyak yang bisa diharapkan. Karena luas wilayah yang kecil.
Ya, Subardi merupakan salah satu yang mewacanakan sejak dulu. Saat itu Subardi mengaku pencakupan wilayah Kabupaten Cirebon bukan hanya mengakomodir daerah yang surplus. “Intinya saya berharap perluasan ini adalah untuk kesejahteraan semua. Dan membantu pelayanan bagi masyarakat yang ada di sekitar Kota Cirebon. Toh pada dasarnya, kita tidak menutup mata, banyak pelayanan yang dilakukan Pemkot Cirebon kepada masyarakat yang bukan Kota Cirebon,” terangnya.
Subardi tak ingin ada istilah aneksasi atau pencaplokan wilayah. Karena dengan istilah yang tidak tepat, katanya, akan memunculkan ego. Sehingga Kota Cirebon terkesan merebut wilayah Kabupaten Cirebon. Dan mengharapkan PAD dari wilayah surplus seperti kawasan Tuparev. Lalu wacana perluasan wilayah akan terus menguap.
Jika perluasan wilayah itu terlaksana mengikuti wilayah hukum Polres Ciko di Kabupaten Cirebon, tutur Subardi, maka luas wilayah Kota Cirebon dua kali lipat menjadi lebih besar. Atau sekitar 75 kilometer persegi.
Bagaimana perluasan wilayah dengan reklamasi? Dikatakan, itu tidak mencakup kepentingan orang banyak. Dan membutuhkan anggaran besar. Kecuali ada andil investor di dalamnya. (jrl/ade)