Dia mengatakan kalangan pengusaha berpikir bahwa akan memberatkan jika harus menghadapi persoalan politik dalam waktu dekat. Dia melihat bangsa Indonesia perlu memutuskan persoalan mana yang menjadi prioritas. “Apakah itu persoalan menyelesaikan pandemi, pemulihan ekonomi atau memilih kepemimpinan baru lewat pemilu,” ujarnya.
Menurutnya, seluruh negara di dunia menghadapi dua persoalan besar yang sama, yaitu pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi pasca pandemi. Dia mengakui bahwa pemulihan ekonomi bukanlah hal yang mudah, tapi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih menunjukkan hal positif, ditunjukkan oleh capaian 3,5 persen pada kuartal III 2021.
Bahlil melanjutkan, meskipun belum dapat memuaskan publik atas kondisi ekonomi saat ini, tetapi ada tren positif dari kenaikan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin pada 4 bulan terakhir, yang mencapai 71 persen pada Desember 2021 menurut survei.
“Kami kerja siang malam di kabinet ini dan detail. Bapak Presiden bukan kasih perintah terus melepas. Beliau mengecek sudah sejauh mana, masalahnya apa dan targetnya apa,” tandasnya.
NASDEM DAN PDIP MASIH MENOLAK
Terpisah, Ketua DPP Partai Nasdem Teuku Taufiqulhadi menilai, usulan perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan sebuah gagasan yang buruk untuk iklim demokrasi Indonesia. Dia menilai, jika usulan itu dilanjutkan, masa depan demokrasi Indonesia semakin memburuk.
“Jadi usul-usul perpanjangan tersebut, selain bertabrakan dengan konstitusi dan tidak konsisten dengan UU Pemilu, juga akan menghancurkan konsolidasi demokrasi kita,” kata Taufiqulhadi kepada wartawan, Jumat (25/2).
Menurutnya, tokoh publik yang mengusulkan Pemilu 2024 diundur atau jabatan presiden diperpanjang, layaknya seseorang yang tak paham dengan konstitusi negara. “Usul perpanjangan masa jabatan presiden ini dengan cara membongkar UUD, sungguh tidak mempertimbangkan kehancuran lebih jauh dari rencana-rencana perbaikan demokrasi bangsa,” ucap Taufiqulhadi.
Menurutnya, Nasdem secaea tegas akan menentang keras usulan tersebut. Karena bertabrakan dengan konstitusi UUD 1945. “Kita tidak mampu membayangkan hanya karena ingin memperpanjang setahun atau dua tahun masa kepresidenan, lantas konstitusi mau diobrak-abrik. Itu sungguh tidak setara dibandingkan antara tujuan pragmatis yang hendak dicapai para politisi tersebut dan kerusakan konstitusionalisme kita. Usul itu juga tidak konsisten dengan UU Pemilu kita yang telah kita tetapkan,” tegasnya.