Kentang dan ubi sebagai makanan yang kerap dianggurkan itu banyak peminat. Saat ini, sebuah koperasi sedang mencari ratusan hektare lahan dan petani untuk mengembangkan itu. Hasil panen sudah ada yang siap menampung. Bahkan kekurangan. Kebutuhan per hari minimal 50 ton untuk ekspor ke Korea.
ADE GUSTIANA, Kuningan
DI antara suara mesin diesel dan peternakan kambing di pesawahan Desa Rajadanu, Kecamatan Japara, Kabupaten Kuningan, telah dibangun tenda untuk tamu undangan dari pejabat-pejabat penting. Tingkat kementerian hingga pejabat daerah yang datang nun jauh dari sana: Wakil Bupati Majene, Sulawesi Barat, Aris Munandar.
Cuaca sedang terik, Rabu siang (2/3) itu. Lahan seluas 6 hektar yang ditanami ubi Jepang di sekitar hamparan sawah sebagian besar siap dipanen. Perdana. Karenanya disimboliskan. Sekitar pukul 10.00 sambutan-sambutan silih bergantian. Latarbelakang panggung tempat berdirinya, dalam banner tertulis; Panen Perdana Ubi Jepang Petani Binaan Koperasi Bratha Agung Sejahtera (BAS) untuk Ekspor. Di tenda itu duduk tamu penting dari Kemenkop dan UMKM, Dinas Koperasi dan UMKM Jabar, Forkompimda, petinggi PT Indowoyang, pemerintah desa/kecamatan, kejaksaan, dan sederet instansi lain.
Koperasi BAS mulanya berbentuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Sebelum akhirnya bergerak di bidang agroindustri. Diawali bertani kentang dengan lahan seluas 110 hektare yang ada di Kecamatan Cikajang dan Darajat, Kabupaten Garut. Niat mengembangkan kentang granola ini seiring dengan situasi pasar yang sudah berkembang lebih dulu.
“Segmen pasar kentang granola sudah banyak. Saya putuskan tidak kentang granola atau kentang atlantik atau AR, itu larinya ke industry,” tutur Ketua Koperasi BAS Indra Eko Brata, Rabu (2/3).
Dalam perjalanan, tak lama, Indra bertemu dengan Prof Aep dari Embrio Resort. Yang melakukan riset tentang kentang industri. Berdasarkan riset yang masih dilakukan setahun bisa 3-4 kali panen. Akhir Maret atau April ini ditargetkan bisa panen perdana.
Kentang disiapkan untuk tepung dan french fries. Alasannya, karena dua produk itu di Indonesia masih mengandalkan impor. Sementara potensi pasar tepung dari kentang saat ini, menurut Indra, sebatas diolah jadi biskuit. “Industri di Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi) kebutuhan tepung kentang satu bulan seribu ton. Di mana itu masih impor 100 persen. Belum lagi french fries, inilah saya ingin merubah,” kata Indra.