Melihat potensi ini Indra melalui Koperasi BAS memberanikan membuat argoindustri kentang. Partner kerja sama untuk pemasaran dan distrubusi telah diperoleh. Sambil menunggu hasil pertanian kentang yang masih berproses Koperasi BAS menjajaki pasar. Peluang menjanjikan lain ada pada ubi.
Singkat cerita ubi ini dilirik PT Indowooyang asal Korea. Tanpa butuh waktu lama saat pertemuan dengan petinggi Indowooyang itu terjalin kerjasama melalui perjanjian kontrak: Koperasi BAS diminta memenuhi 50 ton ubi Cilembu dan ubi Jepang per hari.
Ya, dipertegas lagi, 50 ton untuk kebutuhan per hari. Kontrak ini sudah diteken. Indra melihat potensi pasar yang sangat besar. Atas permintaan itu Koperasi BAS minimal wajib memiliki lahan pertanian seluas 200 hektare. Sementara di Desa Rajadanu, Kecamatan Japara, Kabupaten Kuningan, baru memenuhi lahan seluas 6 hektare -milik beberapa petani- untuk ubi Jepang. Lalu di Garut telah ditanam ubi Cilembu seluas 22 hektare pada Januari awal tahun ini.
Akhir April depan diproyeksikan panen. Per hektare menghasilkan sekitar 15 ton ubi. Artinya ubi yang dihasilkan dari 22 hektar sebanyak sekitar 330 ton per satu kali masa panen. Kalau dirupiahkan, jika per kilogram ubi Jepang Rp4 ribu, dengan lahan seluas 6 hektare (per hektare 15 ton) di Kabupaten Kuningan, dalam sekali masa panen menghasilkan Rp360 juta. Sementara ubi Cilembu jika dijual Rp3 ribu per kilogram, dengan lahan 22 hektare, per sekali panen nyaris Rp1 miliar.
Sementara ketika sudah di market modern, per kilogram ubi Jepang/Cilembu harganya mencapai tiga hingga empat kali lipat. Dua jenis ubi itu setahun bisa 3-4 kali panen. Namun yang pasti, permintaan 50 ton per hari dengan lahan yang harus disiapkan seluas 200 hektare ini masih belum terpenuhi. Karenanya BAS terbuka melakukan kerja sama dengan petani dan kepala desa untuk mengembangkan potensi yang ada untuk memenuhi kebutuhan ekspor tersebut.
Belum lagi kebutuhan di dalam negeri yang digadang-gadang tak kalah tinggi. “Untuk lokal, kami sudah kerja sama dengan Transmart Bandung, memenuhi 40 ton per bulan untuk ubi Cilembu. Sudah siap kontrak,” ucap Indra. Ubi ini, sambung Indra, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan ekspor di Jepang dan Korea. Tapi banyak warga dunia lain yang mengonsumsi. Sebagai cemilan. Khususnya negara-negara di Eropa. “Ini yang membuat saya semangat menanam ubi. Impor terigu kita sangat banyak,” tukasnya.